Jumat, 18 Juni 2021

Tembus 12 Ribu Kasus Baru, Ini Perkembangan COVID-19 Selama Juni 2021

 Lonjakan kasus virus Corona COVID-19 berlanjut, penambahan kasus baru tembus angka 12 ribu pada Kamis (17/6/2021). Total kasus telah mencapai 1.950.276, sembuh 1.771.220, meninggal 53.753.

Pasien sembuh bertambah 7.350 kasus, sedangkan kematian bertambah 277 kasus. Kasus aktif COVID-19 tercatat sebanyak 125.303, bertambah 4.997 kasus dibanding hari sebelumnya.


Jumlah spesimen yang diperiksa hari ini mencapai 130.829 dengan suspek sebanyak 110.472 kasus.


Detail perkembangan kasus harian COVID-19 selama bulan Juni 2021 adalah sebagai berikut.

17 Juni 12.624 kasus

16 Juni 6.944 kasus

15 Juni 8.161 kasus

14 Juni 8.186 kasus

13 Juni 9.868 kasus

12 Juni 7.465 kasus

11 Juni 8.083 kasus

10 Juni 8.892 kasus

9 Juni 7.725 kasus

8 Juni 6.294 kasus

7 Juni 6.993 kasus

6 Juni 5.832 kasus

5 Juni 6.594 kasus

4 Juni 6.486 kasus

3 Juni 5.353 kasus

2 Juni 5.246 kasus

1 Juni 4.824 kasus

https://nonton08.com/movies/happy-din-don/


Sebelum Isolasi Mandiri, Masyarakat Diminta Lapor ke Puskesmas


 Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 dan Duta Adaptasi Kebiasaan Baru dr. Reisa Kartikasari Broto Asmoro mengingatkan soal pentingnya pengendalian penularan COVID-19. Menurutnya, penularan dapat dicegah melalui 3T (Tes, Telusur, Tindak lanjut) atau dikenal dengan tes, lacak, dan isolasi.

Meski isolasi mandiri penting, dr. Reisa menegaskan masyarakat perlu melapor ke puskesmas dan konsultasi dengan dokter. Ia mengatakan konsultasi rutin dapat membantu pasien mendapatkan pertolongan dan perawatan. Pasalnya, jika terlambat dirawat dapat berisiko pada kematian.


"Terlambat dirawat dapat berisiko bagi keselamatan nyawa. Puskesmas dan dokter dapat membantu memberikan informasi ketersediaan ruang rawat inap di rumah sakit atau memberikan rujukan ke karantina terpusat yang dibiayai pemerintah," ujar dr Reisa dikutip dalam situs covid19.go.id, Kamis (17/6/2021).


Lebih lanjut dr. Reisa mengatakan saat ini varian baru virus COVID-19 semakin banyak beredar. Namun, dampak orang yang terinfeksi virus bisa berbeda-beda mulai dari tidak bergejala hingga muncul gejala kritis.


Oleh karena itu, masyarakat yang pernah kontak erat dengan pasien positif penting untuk segera melaporkan diri ke puskesmas terdekat. Apabila hasilnya positif usai dites, masyarakat perlu menginformasikan tentang orang-orang yang telah kontak erat selama beberapa hari ke belakang.


Selain itu, ia pun menyarankan agar masyarakat tetap melindungi diri dan keluarga dengan disiplin protokol kesehatan. Terlebih saat ini angka Bed Occupancy Rate tinggi.


"Jangan ambil risiko, lindungi diri untuk lindungi keluarga dan orang terdekat kita. Jangan pertaruhkan kesehatan diri dan keluarga hanya karena lalai menerapkan protokol kesehatan," tegas dr Reisa.


Tingginya Bed Occupancy Rate menandakan banyak daerah yang bergeser menjadi zona merah. Akibatnya, para penderita kritis lainnya sulit mendapatkan tempat perawatan karena penuh dengan pasien COVID-19.


Menurutnya, peningkatan ini dapat berdampak terhadap pengetatan kegiatan masyarakat, misalnya seperti pengurangan jumlah absensi, kegiatan sosial budaya hingga penundaan sekolah tatap muka.


"Dan rencana sekolah tatap muka kemungkinan akan tertunda di wilayah zona merah," katanya.


Terkait hal ini, ia mengatakan seluruh masyarakat perlu berkontribusi menekan laju penularan COVID-19 dan mengembalikan kondisi wilayah menjadi kembali ke zona hijau.


Hal ini dapat dilakukan dengan mengikuti #vaksinasi dan #taatiprotokolkesehatan seperti yang telah dikampanyekan oleh #satgascovid19.

https://nonton08.com/movies/friendbutmarried-2/

Corona RI Tembus 12 Ribu, Ini Saran Pakar Agar Tak Kolaps 2-4 Pekan Lagi

  Kasus baru Corona melonjak bertambah 12 ribu kasus per hari ini. Prediksi kolaps bak depan mata, jika tak ada aturan tegas yang mengawal ketatnya protokol kesehatan di masyarakat.

Hal tersebut diutarakan Kabid Pengembangan Profesi Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Dr Masdalina Pane. Risiko kolap mengintau dua hingga empat pekan mendatang jika tracing, kunci pengendalian utama COVID-19 tak kunjung dijalankan dengan baik.

https://nonton08.com/movies/war-path/


Jika kolaps benar terjadi, pakar epidemiologi Universitas Griffith Australia Dicky Budiman menggambarkan akan banyak masyarakat yang akhirnya panik massal imbas lonjakan kasus kematian COVID-19 yang tak tertangani sebelum dirawat di RS. Bukan mustahil, Indonesia pun akan kekurangan tenaga kesehatan dan alat kesehatan penting seperti ventilator.


"Bagaimana supaya tidak terjadi kolaps? Iya harus ada upaya mencegah dari sisi inputnya, sumber di masyarakat, bicara masyarakat ini ya termasuk yang perkantoran, itu kan bagian dari masyarakat," kata Dicky kepada detikcom Kamis (17/6/2021).


"Perkantoran mau BUMN, pemerintah, swasta, mau pabrik kek, dan rumah-rumah pemukiman itu harus dideteksi awal, harus ada yang namanya active cases finding, penemuan kasus secara aktif, sehingga bisa dideteksi awal kasus-kasus infeksi ini termasuk orang-orang yang berisiko ya," sambung Dicky.


Gencar membangun RS Darurat COVID-19

Dicky menilai penting untuk membangun sejumlah fasilitas kesehatan untuk isolasi dan karantina sebelum dibawa ke RS rujukan jika mengalami gejala COVID-19 berat. Salah satunya seperti membangun rumah sakit darurat COVID-19.


Jika tahapannya jelas, kata Dicky, beberapa rumah sakit besar bisa khusus menangani pasien kritis COVID-19 sehingga risiko kolaps terminimalisir. Ia mengingatkan pasien yang terpapar COVID-19 untuk tak seluruhnya dibawa ke RS rujukan COVID-19 jika hanya mengeluhkan gejala COVID-19 ringan hingga sedang.


Dicky menilai perlu adanya perawatan pasien Corona yang berjenjang. Meski diakuinya di beberapa wilayah sudah tersedia, ia ingin hal demikian terus dimasifkan.


"Sehingga mereka bisa segera ditangani sejak awal di rumah, dan dilakukan isolasi karantina, kemudian juga dibuat penguatan sistem rujukan jadi jangan sampai dikit-dikit ya ke rumah sakit," bebernya.


"Jadi harus ada tahapan rujukan dan yang jelas saat ini sebetulnya ada tapi bisa kolaps juga dan itu harus dibuat sistem yang jauh lebih sederhana tapi efektif, berjenjang, kalau sakit ya ada sebelum ke puskesmas atau di level puskesmas ada semacam fasilitas, contohnya rumah sakit daruratnya," kata dia.


Fasilitas COVID-19 berjenjang

"Kemudian kalau tidak bisa, gejalanya menengah ya rujuk ke rumah sakit tipe yang D-nya kemudian nanti beranjak, sehingga rumah sakit besar seperti RSCM ya Hasan Sadikin, itu hanya untuk yang benar-benar serius jadi mereka nggak menangani yang ringan yang sedang jangan," tegasnya.


"Karena itu berbahaya, harus dibuat sistem seperti itu," pungkasnya.

https://nonton08.com/movies/warpath-3/