Nama Nani Apriliani belakangan heboh jadi perbincangan usai aksi nekatnya mengirim takjil sianida salah sasaran. Motif di balik aksi nekat tersebut terungkap, disebut dirinya sakit hati gara-gara tak jadi menikah.
"Motifnya sakit hati. Karena ternyata si target menikah dengan orang lain, bukan dengan dirinya," kata Direskrimum Polda DIY Kombes Burkan Rudy Satria saat jumpa pers di Mapolres Bantul, Jalan Jenderal Sudirman, Kapanewon Bantul, Kabupaten Bantul, Senin (3/5/2021).
Psikolog klinis Kasandra Putranto dari Kasandra & Associate menjelaskan pembunuhan berencana seperti kasus Nani umumnya berawal dari profil psikologis yang khas. Kata dia, ada beberapa hal di balik aksi nekat imbas sakit hati tersebut.
"Semua tergantung profil psikologisnya, ada kualitas yang khas juga membuat mereka berani mengambil keputusan itu," bebernya kepada detikcom Senin (3/5/2021).
"Makanya disebut profil psikologis yang khas, apakah masalah kematangan, stabilitas emosi, kapasitas berpikir, pemahaman norma sosial, dan lain-lain yang berpengaruh terhadap motif," lanjut Kasandra.
Adapun ciri-ciri perilaku yang perlu dicurigai memiliki niat buruk seperti di kasus Nani, disebut Kasandra sulit diidentifikasi. Ia hanya menyarankan, setiap pasangan rutin melakukan psychological check-up.
Awalnya cinta tapi berakhir nekat membunuh, mengapa begitu?
Dalam kesempatan terpisah, psikolog klinis Pro Help Center Nuzulia Rahma Tristinarum mengungkap ada harapan besar saat seseorang jatuh cinta. Harapan tersebut bisa berubah drastis menjadi rasa kecewa lantaran hubungan satu sama lain tak berakhir mulus.
"Rasa cinta, apalagi cinta yang besar membuat seseorang menaruh harapan besar pada orang yang dicintainya. Jika harapan itu tidak tercapai maka akan timbul rasa kecewa," jelas Rahma kepada detikcom Selasa (4/5/2021).
"Semakin besar harapannya, semakin dalam pula rasa kecewa. Jika sudah menjadi dendam, maka orang dapat melakukan hal hal yang tidak masuk akal," bebernya.
Terlebih saat mereka tidak mampu mengkomunikasikan perasaan dan mengelola emosi. Ketidakmampuan mengelola emosi yang bisa memicu seseorang melakukan tindakan irasional.
"Seorang yang introvert dan extrovert sama sama memiliki peluang untuk melakukan tindakan yang membahayakan. Tergantung pada bagaimana kecerdasan emosi orang tersebut," jelas Rahma.
https://maymovie98.com/movies/harry-potter-and-the-philosophers-stone/
Tak Hanya di India, Kasus Corona di Negara-negara Ini Juga Naik Drastis
Kasus COVID-19 masih terus melonjak di sejumlah negara. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh berbagai faktor, mulai dari abai terhadap protokol kesehatan hingga kemunculan varian baru Corona.
Varian baru Corona yang belum lama diidentifikasi adalah varian Corona dari India, yaitu B1617. Diketahui, varian ini memiliki mutasi ganda yang membuatnya lebih mudah menular.
Dari sejumlah negara ini, ada empat yang berasal dari kawasan Asia Tenggara, sangat berdekatan dengan Indonesia. Berikut sederet negara yang mengalami lonjakan kasus COVID-19 terparah.
1. India
Setelah sempat melandai, kasus COVID-19 di India kembali melonjak pesat. Hal ini disebabkan karena pelonggaran protokol kesehatan, acara-acara keagamaan yang memicu kerumunan, hingga kemunculan varian B1617.
Kondisi ini menyebabkan gelombang kedua COVID-19 atau second wave menerjang India. Akibatnya kasus harian naik pesat hingga ratusan ribu per harinya dan fasilitas kesehatan yang kolaps.
Selain itu, stok oksigen medis dan vaksin di negara tersebut mulai langka. Dampaknya membuat banyak orang meninggal dunia di setiap harinya.
2. Thailand
Dikutip dari Bangkok Post, pada Senin (3/5/2021) Kementerian Kesehatan Thailand melaporkan kasus harian COVID-19 sebanyak 2.041 dengan angka kematian sebanyak 31 kasus selama 24 jam terakhir.
Jumlah tersebut membuat Thailand memiliki total kasus sebanyak 71.025, dengan 276 kasus kematian. Lonjakan ini diduga disebabkan oleh munculnya varian Corona Inggris B117, yang menyebabkan lebih dari setengah total kasus dan kematian sejak awal pandemi.
"Jika angkanya tidak turun dan malah terus meningkat, itu berarti kita sedang menuju tahap krisis sebenarnya" kata dekan fakultas kedokteran Rumah Sakit Siriraj, Prasit Watnapa dalam konferensi pers Center of COVID-19 Situation Administrasi (CCSA).