Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) buka suara terkait kajian vaksin Nusantara yang diprakarsai eks Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Kepala BPOM Penny K Lukito menyebut vaksin yang dikembangkan harus fit atau sesuai dengan kondisi pandemi.
"Dalam pandemi ini sekarang terutama vaksin yang akan dikembangkan haruslah tepat atau fit dengan situasi pandemi yaitu mudah dalam pembuatannya," jelas Penny dalam Raker DPR Komisi IX Rabu (10/3/2021).
"Tidak memerlukan peralatan khusus, termasuk dalam pembuatan, dan penyimpanan dapat diaplikasikan dalam pelayanan kesehatan dan terjamin khasiat keamanan dan mutu," lanjutnya.
Penny menyebut, pembuatan vaksin yang mudah di masa pandemi bertujuan untuk mempercepat vaksinasi. Uji vaksin yang akan dipakai di masa pandemi juga harus terbukti menimbulkan antibodi dalam waktu cepat.
Pemenuhan kedua hal tersebut juga disertai data atau bukti vaksin valid dalam keamanan serta khasiatnya.
"Important saat masa pandemi dibutuhkan vaksin yang mudah digunakan dan dikembangkan dengan cepat dan massal, dan memberikan respons antibodi yang cepat, dan juga aplicable di masa pandemi ini untuk melakukan vaksinasi massal dalam waktu yang cepat," bebernya.
Penny kembali menegaskan, pemenuhan good clinical practice atau pelaksanaan uji vaksin Nusantara harus dilakukan dengan tepat. "Untuk menjaga keselamatan subjek penelitian dan menjaga kredibilitas dalam menghasilkan data yang akurat, valid dan dapat dipercaya," pungkasnya.
https://movieon28.com/movies/challenge-game/
Dokter Sebut Long Covid pada Pasien Bergejala Ringan Cenderung Lebih Buruk
Sejumlah studi menyebut pasien Corona yang telah pulih berisiko mengalami long COVID, tak terkecuali bagi mereka yang hanya mengeluhkan gejala ringan atau bahkan tidak bergejala.
Dikutip dari The Sun, dokter paru dari University College London Hospital, Dr Melissa Heightman, mengatakan tingkat keparahan long COVID justru terjadi pada pasien yang tidak mengalami gejala berat akibat infeksi virus Corona.
Menurut Heightman, ada perbedaan pola antara pasien Corona yang dirawat di rumah sakit dengan yang tidak.
"Virus telah memicu efek yang dapat menyebabkan mereka menjadi tidak sehat selama berbulan-bulan. Itu adalah sesuatu yang mengejutkan kami," ucap Heighmant kepada BBC Radio 4.
"Gejala dapat lebih sulit dan lebih bertahan lama pada pasien yang tidak dirawat di rumah sakit," ujarnya.
Tanggapan ini muncul setelah adanya penelitian dari University of California yang menemukan bahwa pasien Corona yang tidak dirawat di rumah sakit cenderung mengalami long COVID yang lebih buruk usai dinyatakan pulih.
Dalam studi tersebut, para ahli menganalisis 1.407 orang di California yang dites positif COVID-19. Hasilnya, sebanyak 27 persen di antaranya masih mengeluhkan gejala COVID-19 meski sudah 60 hari setelah terinfeksi.
Gejala COVID-19 yang dilaporkan, seperti sesak napas, nyeri dada, batuk, atau sakit perut.
Berbagai Penyebab Libido Ngedrop pada Wanita
Gairah seksual secara alami berfluktuasi, tidak hanya dialami pria hal itu juga dialami oleh perempuan. Pada perempuan, naik turunnya libido atau gairah seksual terjadi karena berbagai faktor.
Perubahan secara fisik yang dialami perempuan dikutip dari Mayo Clinic yang dapat membuat libido berfluktuasi antara lain kehamilan, menopause, atau penyakit.
Gejala yang menyertai rendahnya libido pada perempuan menurut Mayo Clinic.
Tidak tertarik pada jenis aktivitas seksual apapun, termasuk masturbasi
Tidak pernah atau jarang memiliki fantasia tau pikiran seksual
Khawatir dengan kurangnya aktivitas atau fantasi seksual.
Saat dorongan seks lebih rendah dari pasangan, turun dari sebelumnya, atau bahkan tak ada sama sekali, itu sebenarnya adalah hal yang normal untuk terjadi. Namun, saat merasa terganggu dengan keadaan itu, kedua pasangan bisa mencoba mencari tahu penyebabnya.