Rabu, 30 September 2020

WHO Soroti Kondisi Dokter di Indonesia Selama Pandemi COVID-19

 Kondisi tenaga kesehatan di masa pandemi COVID-19 jadi perhatian. Jumlah pasien terus meningkat setiap harinya yang tentu berdampak pada kondisi tenaga medis, baik secara fisik maupun mental.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam laporan Situational Report COVID-19 Indonesia per 23 September, menyoroti soal angka kematian dokter yang per tanggal 12 September sudah menyentuh angka lebih dari 100 orang. Per tanggal 27 September, Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia mencatat ada 127 dokter yang meninggal akibat terpapar COVID-19.


WHO juga menyinggung banyaknya tenaga kesehatan yang sudah mengalami kelelahan atau burnout di masa pandemi COVID-19.


"Studi dari Universitas Indonesia yang dilakukan dari Juni-Agustus menunjukkan sekitar 83 persen atau lebih dari 1.400 tenaga kesehatan di seluruh negeri mengalami kelelahan derajat sedang sampai berat," tulis WHO di situs resminya seperti yang dilihat detikcom, Rabu (30/9/2020).


"Beberapa dokter bahkan harus membayar sendiri tes PCR mereka hingga Rp 2,5 juta, sementara dokter lain mungkin tanpa sadar membawa penyakit tersebut," tambahnya.


Dalam laporan yang diterbitkan belum lama ini, WHO juga menyinggung soal serapan anggaran kesehatan di Indonesia yang baru dicairkan 6 persen dari total anggaran sebanyak Rp 87 triliun.


Selain itu, mengenai kondisi penanganan COVID-19 sendiri, WHO juga menyoroti soal jumlah kasus harian yang dilaporkan di Indonesia bukanlah jumlah orang yang terjangkit COVID-19 di hari itu sebab konfirmasi laboratorium bisa memakan waktu sampai sepekan.

https://cinemamovie28.com/13-hours-the-secret-soldiers-of-benghazi/


9 Dari 10 Pasien Sembuh Corona Alami Efek Samping, Apa Saja?


Sembilan dari sepuluh pasien virus Corona yang telah dinyatakan sembuh dilaporkan mengalami efek samping. Beberapa di antaranya seperti kelelahan, efek samping psikologis dan hilangnya penciuman dan rasa bahkan setelah mereka pulih dari penyakit tersebut, demikian menurut sebuah studi pendahuluan yang dilakukan peneliti Korea Selatan.

Hasil riset ini terungkap saat angka kematian akibat COVID-19 tembus 1 juta jiwa pada Selasa (29/9). Jumlah kematian ini juga menjadi sejarah kelam terkait pandemi COVID-19 yang telah melumpuhkan ekonomi global, membuat sistem kesehatan kolaps, dan mengubah cara hidup masyarakat.


Dikutip dari Reuters, menurut survei daring oleh Badan Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea (KDCA), dari 965 pasien sembuh, sebanyak 879 orang atau 91,1 persen mengaku mereka menderita setidaknya satu efek samping.


"Kelelahan adalah efek samping yang paling umum dengan persentase 26,6 persen, diikuti oleh kesulitan berkonsentrasi yang mencapai 24,6 persen," kata Kwon Jun Wook, pejabat KDCA.


Efek samping lainnya termasuk dampak psikologis atau mental serta hilangnya indera penciuman dan perasa atau anosmia.


Profesor penyakit dalam di Fakultas Kedokteran Universitas Nasional Kyungpook di Daegu, Kim Shin Woo, meminta tanggapan dari 5.762 pasien sembuh di Korea Selatan dan 16,7 persen di antaranya berpartisipasi dalam survei tersebut.


Sementara studi ini masih dilakukan secara daring, peneliti utama, Kim Shin Woo, akan segera mempublikasikan penelitian tersebut dengan analisis rinci. Korsel juga tengah melakukan riset terpisah bersama 16 organisasi medis mengenai komplikasi penyakit yang lebih detil dan melibatkan analisis CT scan pada pasien sembuh.

https://cinemamovie28.com/desierto/

Bullying atau Bukan? Ini Kata Psikolog Soal Bangku Kosong untuk Terawan

 Heboh tayangan Mata Najwa yang menampilkan 'bangku kosong' seolah tengah berbincang dengan Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto. Tayangan Mata Najwa yang menyindir minimnya kemunculkan Terawan di tengah pandemi COVID-19 menuai pro-kontra.

Ada yang menyebut hal ini termasuk bullying lantaran dinilai menyudutkan Menkes Terawan. Pendapat psikolog mengenai hal ini pun beragam.


Menurut psikolog sekaligus konselor Rahma Nuzulia Tristinarum, apa yang dilakukan Najwa dalam tayangan Mata Najwa sama sekali tidak termasuk tindakan bullying. Bisa saja hal ini adalah sikap untuk meluruskan apa yang ditanyakan masyarakat selama pandemi Corona.


"Jika mengacu pada pengertian bullying di antaranya adalah berupa sikap dan perilaku yang menyakiti seseorang secara berulang, baik secara fisik maupun psikis, maka yang Najwa lakukan bukan termasuk tindakan bullying," ungkapnya saat dihubungi detikcom Rabu (30/9/2020).


"Bisa jadi acara tersebut adalah sebagai media untuk meneruskan aspirasi masyarakat," bebernya.


Rahma menjelaskan sikap bullying sendiri bertujuan untuk menyakiti seseorang dan dilakukan secara berulang. Bullying sangat merugikan baik dilakukan secara fisik, verbal, maupun non verbal.


Perilaku bullying tidak selalu memiliki kuasa lebih dibanding orang yang terbully. Bahkan Rahma menyebut tidak jarang kasus bullying terjadi pada orang yang memiliki posisi atau kuasa yang sama.


"Bullying tidak selalu dilakukan oleh orang yang punya kuasa kepada pihak yang lebih lemah. Seringkali justru dengan posisi yang relatif sama, hanya satu pihak biasanya merasa terancam atau punya tujuan tertentu sehingga membully pihak lainnya," jelasnya.


Sementara itu, psikolog klinis Kasandra Putranto dari Kasandra & Associate menilai tayangan bangku kosong tersebut bisa saja termasuk bullying. Sebab, adanya rasa tidak nyaman atau emosi-emosi negatif yang timbul dari sikap seseorang bisa masuk ke dalam kategori bullying.


"Dalam hal ini yang terpenting adalah bagaimana reaksi dan respons dari bapak Menteri Terawan selaku orang yang paling terkena oleh perilaku ini, yang bisa disebut sebagai korban langsung," jelas Kasandra saat dihubungi detikcom Rabu (20/9/2020).


Kasandra menilai tak hanya Menkes Terawan yang akan mengalami dampaknya. Orang-orang yang kemudian merasa emosi setelah menonton tayangan tersebut bisa menjadi korban tidak langsung.


"Namun ketika masyarakat merasakan emosi negatif tentu saja dengan demikian sudah dapat disimpulkan sebagai perilaku bullying," lanjutnya.


Jadi, termasuk bullying atau bukan? Tinggalkan jejak di komentar.

https://cinemamovie28.com/young-lady-chatterley-ii/


WHO Soroti Kondisi Dokter di Indonesia Selama Pandemi COVID-19


Kondisi tenaga kesehatan di masa pandemi COVID-19 jadi perhatian. Jumlah pasien terus meningkat setiap harinya yang tentu berdampak pada kondisi tenaga medis, baik secara fisik maupun mental.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam laporan Situational Report COVID-19 Indonesia per 23 September, menyoroti soal angka kematian dokter yang per tanggal 12 September sudah menyentuh angka lebih dari 100 orang. Per tanggal 27 September, Tim Mitigasi Ikatan Dokter Indonesia mencatat ada 127 dokter yang meninggal akibat terpapar COVID-19.


WHO juga menyinggung banyaknya tenaga kesehatan yang sudah mengalami kelelahan atau burnout di masa pandemi COVID-19.


"Studi dari Universitas Indonesia yang dilakukan dari Juni-Agustus menunjukkan sekitar 83 persen atau lebih dari 1.400 tenaga kesehatan di seluruh negeri mengalami kelelahan derajat sedang sampai berat," tulis WHO di situs resminya seperti yang dilihat detikcom, Rabu (30/9/2020).


"Beberapa dokter bahkan harus membayar sendiri tes PCR mereka hingga Rp 2,5 juta, sementara dokter lain mungkin tanpa sadar membawa penyakit tersebut," tambahnya.


Dalam laporan yang diterbitkan belum lama ini, WHO juga menyinggung soal serapan anggaran kesehatan di Indonesia yang baru dicairkan 6 persen dari total anggaran sebanyak Rp 87 triliun.


Selain itu, mengenai kondisi penanganan COVID-19 sendiri, WHO juga menyoroti soal jumlah kasus harian yang dilaporkan di Indonesia bukanlah jumlah orang yang terjangkit COVID-19 di hari itu sebab konfirmasi laboratorium bisa memakan waktu sampai sepekan.

https://cinemamovie28.com/tanhaji-the-unsung-warrior/