Kepala pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit China, Gao Fu, dalam pernyataan terbaru menyatakan virus COVID-19 bukan berasal dari pasar hewan Wuhan. Bahkan ia menyebut virus itu sudah lama ada.
Namun demikian, ia tidak menyebut kira-kira dari mana asal virus Corona tersebut. "Awalnya, kami berasumsi bahwa pasar seafood itu mungkin punya virus itu, namun sekarang pasar tersebut lebih sebagai korban," kata dia.
"Coronavirus ini sudah eksis lama sebelumnya," tambah Geo seperti dikutip detikINET dari Newsweek.
Pada bulan Januari, Gao melontarkan pernyataan berbeda bahwa COVID-19 kemungkinan berasal dari hewan liar yang dijual di pasar Wuhan. Tapi sekarang, ia menyebut sampel yang diambil dari hewan di sana tidak menunjukkan jejak apapun dari virus itu.
Walaupun demikian, memang ada patogen terdeteksi di sampel yang berasal dari lingkungan pasar hewan Wuhan, termasuk dari selokan. Asal muasal COVID-19 masih tidak jelas, tapi Gao meyakinkan ilmuwan China sedang menginvestigasinya dan hal itu butuh waktu.
Pada bulan Januari, ilmuwan China mempublikasikan riset di jurnal The Lancet. Disebutkan bahwa kasus terawal COVID-19 menimpa pasien yang sakit pada 1 Desember dan tidak ada kontak dengan pasar Wuhan tersebut.
Artinya, ada kemungkinan virus tersebut sudah menyebar antar manusia dan tak terdeteksi, sebelum masuk ke pasar tersebut dan menginfeksi sejumlah orang.
Sejauh ini, belum ada kesimpulan pasti dari mana COVID-19 berawal. Wuhan Institute of Virology beberapa kali dituding bertanggungjawab, tapi sudah sering mereka bantah dan memang tidak ada buktinya.
Sederet Alasan RI Butuh New Normal
Pemerintah memilih untuk menerapkan tatanan kehidupan normal baru atau new normal saat masih bertarung dengan pandemi virus Corona (COVID-19). Meski menimbulkan pro dan kontra di masyarakat, keputusan ini diambil demi memulihkan kondisi ekonomi.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto buka suara menjelaskan alasan pemerintah mau menerapkan new normal. Dasar utama keputusan penerapan new normal itu adalah ekonomi.
Perekonomian Indonesia dibuat hampir lumpuh oleh pandemi ini. Berhentinya aktivitas sosial telah membuat roda perekonomian terhambat. Kondisi ini tak bisa terus dibiarkan karena akan memicu badai PHK makin menjadi-jadi. Mimpi buruk itu tentu harus segera dicegah, dan tak perlu menunggu vaksin COVID-19 dirilis.
"Tentu kita menginginkan agar pandemi COVID-19 ini tidak merembet atau merembes pada pandemi PHK, sehingga salah satunya adalah melakukan restart, produktif tapi aman dari COVID-19. Oleh karena itu protokol-protokol nya baru, cara protokol baru ini diberlakukan sampai ditemukannya vaksin. Kalau kita menunggu vaksin sampai tahun depan. Kelihatannya dengan protokol kesehatan yang harus uji klinis dan yang lain, tidak dalam waktu dekat," ujarnya dalam wawancara eksklusif Blak-blakan dengan detikcom beberapa hari lalu.
Airlangga menjelaskan, pandemi yang mengancam kesehatan jika disandingkan dengan sosial-ekonomi seperti dua sisi mata uang yang selalu beriringan. Ketika sektor kesehatan terancam, maka sisi ekonomi ikut terhantam.
"Kita melihat bahwa pertumbuhan ekonomi ini penting. Karena sekarang sebelum pandemi ini 7 juta orang belum mendapat pekerjaan, bukan PHK dan pada saat PHK terjadi pandemi sekitar 1,8 juta. Tentu kita harus segera mungkin menciptakan kesempatan-kesempatan baru," tambahnya.
Penerapan protokol yang ketat dalam kehidupan normal baru diharapkan bukan hanya aktivitas sosial yang bisa menyesuaikan tapi juga ekonomi. Pemerintah pun juga telah menyiapkan penunjangnya dengan memastikan keberlangsungan Proyek Strategis Nasional (PSN).