Belakangan ini, ekstensi bulu mata sedang ngetren di kalangan wanita. Namun di balik praktik kecantikan yang nampaknya tidak membahayakan ini justru diam-diam menyimpan 'kejutan' yang buruk.
Dilaporkan The Sun, banyak wanita tidak membersihkan ekstensi bulu matanya karena takut lepas atau jatuh. Alhasil hal ini bisa menyebabkan munculnya banyak kutu atau dalam bahasa medisnya disebut Demodex.
Ekstensi bulu mata biasanya dilakukan dengan menempelkan satu bulu mata dengan lem ke bagian bulu matamu sendiri. Biasanya membutuhkan waktu tiga jam untuk dilakukan dan bertahan selama 4-6 minggu.
Tak membersihkannya bahkan usai menggunakan maskara bisa menyebabkan peningkatan bakteri dan risiko infeksi. Gejala seperti gatal, merah, inflamasi, sampai munculnya kutu bisa terjadi, dan tentu saja kutu bisa menular ke orang lain.
"Secara umum jika kamu menjalani ekstensi bulu mata memang orang akan takut untuk menyentuh atau mencucinya karena takut bisa lepas atau jatuh. Akan tetapi sangat penting untuk membersihkannya," tutur dr Sairah Malik, seorang dokter mata yang mengaku semakin sering menemukan kasus demodex.
dr Malik merekomendasikan pembersih yang berdasar minyak tea tree dan bisa lebih baik digunakan tiap hari. Minyak tea tree memiliki fungsi antibakteri yang bisa menjauhkan ekstensi bulu mata, kulit, dan kuku dari bakteri serta juga kutu.
GP Ansor: Terlalu Remeh Menteri Agama Ngurus Majelis Taklim
Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor atau GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas menyatakan aturan Menteri Agama Fachrul Razi terkait pendaftaran majelis taklim berlebihan. Yaqut menilai, Fachrul mestinya tak perlu terlalu mengurusi majelis taklim karena masih banyak persoalan yang harus diselesaikan.
"Itu berlebihan, saya kira menteri agama enggak usah ngurusi yang begitu-begitu deh. Terlalu remeh menteri ngurus begituan, banyak persoalan besar di negeri ini daripada sekadar ngurusi majelis taklim," ujar Yaqut di kantor wakil presiden, Jakarta, Rabu (4/12).
Lihat juga: Wamenag: Tak Ada Sanksi untuk Majelis Taklim yang Tak Daftar
Menag sebelumnya beralasan pendaftaran itu penting demi mempermudah penyaluran dana dari pemerintah untuk majelis taklim. Namun, menurut Yaqut, kebutuhan majelis taklim tak sekadar dana. Menag mestinya mengatur agar majelis taklim dapat leluasa melakukan kegiatannya.
"Jangan underestimate majelis taklim butuh dana. Tapi lebih baik tidak dibatasi ketika menyampaikan dakwah, itu juga keinginan mereka. Jadi bukan hanya soal dana," katanya.
Menurut Yaqut, aturan tersebut justru mempersulit keberadaan majelis taklim yang ada di Indonesia selama ini. Aturan itu juga dinilai bertentangan dengan prinsip Presiden Joko Widodo yang ingin segala kebijakan berjalan cepat dan efisien.
"Ngapain coba bikin aturan ribet, kalau bahasa presiden itu malah membuat sandungan sendiri (untuk majelis taklim)," tuturnya.
Menteri Agama Fachrul Razi sebelumnya menerbitkan aturan baru yang mengharuskan majelis taklim mendaftarkan diri, baik pengurus, ustaz, jemaah, tempat serta materi ajar. Aturan baru itu tercantum dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 29 Tahun 2019 yang diterbitkan pada 13 November 2019.
Mantan Wakil Panglima TNI itu menyatakan aturan tersebut bukan kewajiban, meski pada pasal 6 ayat 1 PMA 29/2019 disebutkan majelis hakim harus terdaftar.
Aturan baru itu disebut bertujuan agar Kemenag memiliki daftar jumlah majelis taklim sehingga lebih mudah mengatur penyaluran dana.