Rabu, 04 Desember 2019

Fahri Hamzah Sarankan Jokowi-Prabowo Sosialisasikan Kabinet Rekonsiliasi

Wakil Ketua DPR 2014-2019 Fahri Hamzah menanggapi keputusan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang menerima permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadi menteri. Fahri Hamzah meminta Jokowi dan Prabowo mensosialisasi keputusan ini kepada rakyat.

"Sebenarnya ada persoalan yang kurang disosialisasikan oleh kebijakan penyusunan kabinet dan sebetulnya sebaiknya ini dikomunikasikan baik oleh Pak Prabowo maupun oleh Pak Jokowi bahwa maksud dari pembentukan kabinet koalisi yang disatukan ini adalah terciptanya rekonsiliasi," kata Fahri Hamzah kepada wartawan, Senin (21/10/2019).

Fahri mengaku sudah mendengar ide rekonsiliasi Jokowi dan Prabowo ini sebelum mengakhiri tugasnya di DPR. Sinyal itu muncul dari revisi UU MD3 yang menyatakan pimpinan MPR 2019-2024 berjumlah 10 orang.

"Saya sudah mendengar ide ini sejak awal ketika presiden menyetujui lahirnya UU MD3 yang baru yang mengakomodir seluruh parpol dan DPD dalam wakil ketua MPR, pimpinan MPR tepatnya sebagai Majelis Permusyawaratan Rakyat sebab MPR sebenarnya lebih mencerminkan politik kenegaraan bukan politik pemerintahan," ucap Fahri.

"Itulah beda DPR DPD dan MPR. DPR dan DPD disebut Dewan itu mencerminkan politik pemerintahan yang lebih dinamis dan rutin sedangkan MPR Majelis yang mencerminkan politik kenegaraan," katanya.

Fahri mengaku memimpin rapat soal revisi UU MD3 itu. Fahri paham ada keinginan untuk rekonsiliasi, tetapi menurutnya ide ini kurang tersosialisasikan sehingga menimbulkan kehebohan.

"Tetapi belakangan ini saya merasa ide rekonsiliasi ini jarang dikomunikasikan baik pihak Pak Prabowo maupun pihak Pak Jokowi. Jadi alangkah baiknya apabila maksud baiknya adalah untuk rekonsiliasi ini harus disampaikan agar masyarakat memahami bahwa kabinet persatuan ini adalah kabinet rekonsiliasi," ucap Fahri Hamzah.

Calon Menhan, Prabowo Pernah Marahi Penonton Debat yang Ketawa soal Pertahanan

Ketum Partai Gerindra Prabowo Subianto, yang selama ini menjadi rival politik Jokowi, diminta Presiden menjadi menteri pertahanan. Soal urusan pertahanan ini, Prabowo pernah memarahi penonton debat yang tertawa saat dia menjelaskan soal kelemahan pertahanan Indonesia.

Sebagaimana pantauan di Istana Negara, Jl Medan Merdeka Utara, Jakpus, Prabowo sudah datang sekitar pukul 16.15 WIB, Senin (21/10/2019). Prabowo datang mengenakan kemeja warna putih dengan celana cokelat khas seragam Gerindra. Prabowo mengungkap dia diminta membantu Jokowi di bidang pertahanan.

"Beliau izinkan saya untuk menyampaikan, saya membantu beliau diminta di bidang pertahanan," kata Prabowo usai bertemu Jokowi di Istana Kepresidenan, Senin (21/10/2019).

Sebelumnya, isu santer memang menyebut Prabowo akan menjadi Menhan dalam Kabinet Kerja Jokowi. Prabowo sendiri adalah orang yang punya ketertarikan pada isu pertahanan. Bahkan Prabowo sempat memarahi penonton debat capres yang tertawa ketika dia memaparkan soal kondisi pertahanan RI.

Mulanya, Prabowo menjelaskan soal adanya hal yang salah dalam paparan Jokowi mengenai teknologi pertahanan. Prabowo menyatakan ada yang salah, sekalipun itu bukan Jokowi yang salah.

"Saya bukan menyalahkan, saya berpendapat. Kekuatan pertahanan kita masih rapuh. Salah siapa? Salah nggak tahu saya (lalu terdengar suara tertawa) elite...," tutur Prabowo dalam debat di Hotel Shangri-La, Sabtu (30/3/2019).

Prabowo pun bereaksi. Dia mempertanyakan suara tawa itu. Dengan nada yang meninggi, Prabowo memarahi penonton yang tertawa.

"Jangan ketawa. Kenapa kalian ketawa? Pertahanan Indonesia rapuh kalian ketawa. Lucu ya? Kok lucu," kata Prabowo.

Usai Prabowo memarahi penonton, suasana ruang debat pun kemudian berubah sunyi. Prabowo kemudian melanjutkan paparannya lagi.

Pandangan Kritis Rocky Gerung Soal Bersatunya Jokowi-Prabowo

Akademisi Rocky Gerung menanggapi langkah Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto yang memutuskan menerima permintaan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menjadi menteri di kabinet 2019-2024. Rocky Gerung tak yakin masyarakat dari dua kubu bisa langsung bersatu.

Rocky Gerung awalnya mengatakan keputusan Prabowo bergabung ke Istana memang sudah terprediksi sehingga menurutnya tidak menarik lagi untuk dianalisis.

"Seluruh yang ada di media massa hari ini, apapun beritanya tentang Istana, itu hanya menarik sebagai berita, bukan lagi menimbulkan sensasi untuk dianalisis. Prabowo masuk Istana, itu berita karena dari awal memang dikondisikan begitu kan, apa gunanya dianalisis? Kalau Prabowo memutuskan untuk tidak, nah itu baru jadi analisis. Kan begitu," kata Rocky Gerung saat dihubungi, Senin (21/10/2019).

"Jadi misalnya kalau Prabowo bilang, 'Oke demi bangsa maka kami memutuskan untuk konsisten berada di luar kabinet', itu baru bisa dianalisis kenapa berubah pikiran, kan itu. Atau NasDem, 'Ternyata sesuai dengan dugaan kami seluruh partai masuk ke kabinet sehingga tidak ada lagi di parlemen beroposisi. Menurut kami NasDem bersama-sama dengan PKS untuk beroposisi', nah itu baru bisa dianalisis," ucap Rocky Gerung.

Menurut Rocky Gerung, ada kesalahan berpikir belakangan ini. Keliru berpikir ini menurutnya soal anggapan persatuan.

"Jadi yang terjadi hari ini adalah koalisi seolah-olah ingin Indonesia bersatu maka semuanya masuk Istana. Indonesia itu bersatu kalau ada yang mengawasi Istana, bukan sama-sama masuk Istana. Itu ngaconya cara berpikir itu," kata dia.

Rocky Gerung menyebut keputusan Prabowo bergabung ke Istana hanya menyatukan elite-elite. Perpecahan di akar rumput, kata dia, tetap akan ada karena menurutnya masyarakat ingin ada kontrol terhadap pemerintah, bukan ramai-ramai gabung ke penguasa.

"Yang bersatu siapa? Ya elitenya yang bersatu. Bangsanya selesai nggak pecah belahnya? Ya makin terjadi. Karena apa? Bangsa berharap ada yang di luar kan, rakyat berharap ada yang di luar. Ternyata semua masuk ke dalam maka bangsa ini justru tidak akan bersatu, justru akan makin terpecah karena tidak ada yang mengucapkan kepentingan alternatif dari rakyat. Kan itu yang terjadi," ulas Rocky Gerung.

Bagi Rocky Gerung, salah jika persatuan sudah dianggap erat kembali ketika Prabowo memutuskan bergabung ke pemerintahan Jokowi. Menurutnya, ada rakyat yang tetap berharap Prabowo menjadi oposisi.

"Ini salah kalau dianggap setelah Prabowo masuk ke Istana maka persatuan sudah erat kembali. Ya justru makin jauh karena rakyat tidak menghendaki masuk Istana. Biasa aja, kan rakyat menghendaki Prabowo di luar, itu justru normal supaya terjadi keseimbangan antara yang berkuasa dan tidak berkuasa," ucap Rocky Gerung.

"Jadi kekacauan itu yang mesti dianalisis oleh pers, bukan sekadar memberitakan, 'Oh berarti akan terjadi persahabatan baru'. Ya persahabatan antara menteri kabinet, tapi rakyat tetap tidak bersahabat," tutur dia.