Kamis, 06 Mei 2021

Ada Alat Rapid Test Antigen Ilegal di Jateng, Bagaimana Cara Bedakannya?

 Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Jawa Tengah menangkap distributor alat rapid test antigen ilegal. Pelaku disebut meraup keuntungan kotor sampai Rp 2,8 miliar dengan menjual alat tes yang tidak memiliki izin.

Alat illegal ini dijual langsung oleh pelaku pada masyarakat, klinik, hingga rumah sakit. Kasus terungkap sejak ada informasi peredaran alat rapid test tanpa izin edar di kawasan Padangsari, Kecamatan Banyumanik, dan Kota Semarang pada Januari lalu.


"Kalau tidak punya izin edar jangan-jangan dipalsukan. Palsu dan tidak perlu penyelidikan lebih dalam. Jangan-jangan kualifikasi kesehatan tidak memenuhi persyaratan," kata Kapolda Jawa Tengah Irjen Ahmad Lutfi saat rilis kasus di Ditkrimsus Polda Jateng, Semarang, Rabu (5/5/2021).


Bagaimana cara bedakan alat rapid test yang standar versus ilegal?

Ahli patologi klinis dr Hadian Widyatmojo, SpPK, dari Primaya Hospital Karawang mengatakan masyarakat sebetulnya bisa bertanya langsung pada fasilitas kesehatan yang didatangi. Pasien bisa bertanya terkait merek, Nomor Izin Edar (NIE), dan tanggal kedaluwarsa alat yang digunakan.


"Kedaluwarsa alat swab antar merek pun berbeda-beda. Umumnya sebuah alat swab bisa bertahan bertahun-tahun dari masa produksinya," kata dr Hadian.


Penggunaan alat rapid test antigen yang tepat sebaiknya dilakukan oleh petugas yang sudah terlatih. Masyarakat diimbau tidak membeli dan menggunakan sendiri alat rapid test.


"Penggunaan alat swab yang tidak tepat dapat menimbulkan komplikasi berbahaya termasuk perdarahan hidung," pungkas dr Hadian.

https://kamumovie28.com/movies/the-wandering-earth/


Sakit Hati Berujung Sate Takjil Beracun, Bagaimana Orang Bisa Senekat Itu?


Sakit hati melatarbelakangi tindakan Nani Apriliani mengirim sate beracun sianida. Namun lantaran target merasa tak mengenal identitas pengirim, sate ditolak dan diberikan pada driver ojek online pengirim sate. Akibat salah kirim, 'rezeki' sate takjil beracun malah menewaskan anak dari sang driver.

Kabar duka ini bukan satu-satunya kasus pembunuhan akibat sakit hati. Psikolog Anastasia Sari Dewi, founder Anastasia and Associate, menegaskan tindakan kriminal dengan alasan sakit hati kerap disebabkan mekanisme pertahanan ego yang lemah.


"Orang dengan pertahanan ego yang lemah tidak bisa menerima mantan menikah dengan orang lain. Dia berusaha menyelamatkan egonya dan dia melakukan itu dengan meracuni. Akhirnya apa? Tidak ada kebijaksanaan, kedewasaan untuk bisa mengembangkan kemampuan diri sendiri dalam mengontrol egonya," terangnya pada detikcom, Rabu (5/5/2021).


Menurutnya, orang dengan mekanisme ego yang lemah cenderung suka menyalahkan orang lain jika egonya dikalahkan. Misalnya, ego untuk merasa paling berharga, cantik, dan bernilai.


"Ada orang yang mekanismenya lemah, tidak kuat sehingga dia sering kali paling gampang untuk mempertahankan egonya, dia nyalahin orang lain. Dia sakiti, dia serang karena dia nggak mau egonya dikalahin," terangnya.


Melengkapi paparan Sari, psikolog dari Klinik Terpadu Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Anna Surti Ariani menjelaskan, tindakan menyakiti karena sakit hati kerap disebabkan kemampuan mengontrol emosi yang buruk.


"Kemampuan regulasi emosinya bisa jadi kurang baik, karena ia tidak mampu mengatur emosinya agar marah tanpa merugikan atau menyakiti diri sendiri atau orang lain," ujarnya.


Akibat minim kemampuan mengomunikasikan masalah, orang dengan kondisi seperti ini cenderung mengambil jalan pintas untuk menyelesaikan masalahnya. Misalnya, dengan cara merugikan orang lain.

https://kamumovie28.com/movies/the-big-short/

Benjamin Button Versi Indonesia, Pria Ini Mirip Lansia di Usia 20 Tahun

 Pernahkan menonton film yang diperankan Brad Pitt berjudul The Curious Case of Benjamin Button? Ternyata kisah serupa bisa ditemukan di dunia nyata.

Film yang masuk nominasi Oscar 2009 tersebut menceritakan tentang anak yang terlahir dengan sindrom Cutis Laxa, yang membuatnya terlihat tua lengkap dengan kulitnya yang keriput.


Di Indonesia, terdapat kasus Cutis Laxa yang dialami oleh seorang pria bernama Dafon. Karena mengidap sindrom langka ini, pria yang baru 20 tahun tersebut terlihat seperti berusia 70 tahun.


Lewat akun Youtube artis dan influencer Gritte Agatha, Dafon menceritakan kisah hidupnya yang mirip tokoh Benjamin pada film The Curious Case of Benjamin Button.


Berawal dari Dafon yang memiliki berat badan saat lahir cukup besar, orang tua Dafon akhirnya tahu sang putra mengidap kondisi langka ini.


"Waktu saya lahir, bobot saya besar 4 kg. Kata ibu saya, awalnya terlihat normal, lalu setelah 6 bulan itu bolak-balik ke rumah sakit karena badan bobot saya berlebih tidak seperti bayi biasanya," kata Dafon, dikutip dari YouTube Gritte Agatha, Senin (3/5/21).


Melihat kondisinya tersebut, Dafon dibawa ke rumah sakit untuk melakukan pemeriksaan. Setelah membawa sang anak ke spesialis, Dafon didiagnosis Cutis Laxa karena dokter melihat perubahan tidak wajar di wajahnya.


"Orang tua khawatir dengan kondisi seperti itu. Setelah itu salah satu dokter yang ditemui orang tua melihat ada keanehan di wajah saya, saya disuruh ke dokter mata dan disuruh lagi ke dokter spesialis mata, kulit, dan saraf. Nah dari situ ketemu saya itu mengidap Cutis Laxa," ujarnya.


Usai didiagnosis penyakit tersebut, dokter mengatakan bahwa harapan hidupnya tidaklah panjang. Selain memiliki kondisi langka tersebut, Dafon juga mengidap penyakit asma.


"Waktu kecil saya sering sakit asma, lalu ketemu salah satu dokter nyebut, 'dengan sindrom seperti ini saya rasa umurnya tidak akan panjang'," ungkapnya.


Namun, Dafon membuktikan bahwa anggapan dokter itu tidak tepat. Hingga kini Dafon berhasil menjalani hidupnya tanpa adanya keluhan berarti terkait kondisinya ini.


Bagaimana reaksi keluarga dan teman terkait kondisi tersebut?


KLIK DI SINI UNTUK KE HALAMAN 

https://kamumovie28.com/movies/the-country-of-the-demon/


Ada Alat Rapid Test Antigen Ilegal di Jateng, Bagaimana Cara Bedakannya?


Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Jawa Tengah menangkap distributor alat rapid test antigen ilegal. Pelaku disebut meraup keuntungan kotor sampai Rp 2,8 miliar dengan menjual alat tes yang tidak memiliki izin.

Alat illegal ini dijual langsung oleh pelaku pada masyarakat, klinik, hingga rumah sakit. Kasus terungkap sejak ada informasi peredaran alat rapid test tanpa izin edar di kawasan Padangsari, Kecamatan Banyumanik, dan Kota Semarang pada Januari lalu.


"Kalau tidak punya izin edar jangan-jangan dipalsukan. Palsu dan tidak perlu penyelidikan lebih dalam. Jangan-jangan kualifikasi kesehatan tidak memenuhi persyaratan," kata Kapolda Jawa Tengah Irjen Ahmad Lutfi saat rilis kasus di Ditkrimsus Polda Jateng, Semarang, Rabu (5/5/2021).


Bagaimana cara bedakan alat rapid test yang standar versus ilegal?

Ahli patologi klinis dr Hadian Widyatmojo, SpPK, dari Primaya Hospital Karawang mengatakan masyarakat sebetulnya bisa bertanya langsung pada fasilitas kesehatan yang didatangi. Pasien bisa bertanya terkait merek, Nomor Izin Edar (NIE), dan tanggal kedaluwarsa alat yang digunakan.


"Kedaluwarsa alat swab antar merek pun berbeda-beda. Umumnya sebuah alat swab bisa bertahan bertahun-tahun dari masa produksinya," kata dr Hadian.


Penggunaan alat rapid test antigen yang tepat sebaiknya dilakukan oleh petugas yang sudah terlatih. Masyarakat diimbau tidak membeli dan menggunakan sendiri alat rapid test.


"Penggunaan alat swab yang tidak tepat dapat menimbulkan komplikasi berbahaya termasuk perdarahan hidung," pungkas dr Hadian.

https://kamumovie28.com/movies/allied/