Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditkrimsus) Polda Jawa Tengah menangkap distributor alat rapid test antigen ilegal. Pelaku disebut meraup keuntungan kotor sampai Rp 2,8 miliar dengan menjual alat tes yang tidak memiliki izin.
Alat illegal ini dijual langsung oleh pelaku pada masyarakat, klinik, hingga rumah sakit. Kasus terungkap sejak ada informasi peredaran alat rapid test tanpa izin edar di kawasan Padangsari, Kecamatan Banyumanik, dan Kota Semarang pada Januari lalu.
"Kalau tidak punya izin edar jangan-jangan dipalsukan. Palsu dan tidak perlu penyelidikan lebih dalam. Jangan-jangan kualifikasi kesehatan tidak memenuhi persyaratan," kata Kapolda Jawa Tengah Irjen Ahmad Lutfi saat rilis kasus di Ditkrimsus Polda Jateng, Semarang, Rabu (5/5/2021).
Bagaimana cara bedakan alat rapid test yang standar versus ilegal?
Ahli patologi klinis dr Hadian Widyatmojo, SpPK, dari Primaya Hospital Karawang mengatakan masyarakat sebetulnya bisa bertanya langsung pada fasilitas kesehatan yang didatangi. Pasien bisa bertanya terkait merek, Nomor Izin Edar (NIE), dan tanggal kedaluwarsa alat yang digunakan.
"Kedaluwarsa alat swab antar merek pun berbeda-beda. Umumnya sebuah alat swab bisa bertahan bertahun-tahun dari masa produksinya," kata dr Hadian.
Penggunaan alat rapid test antigen yang tepat sebaiknya dilakukan oleh petugas yang sudah terlatih. Masyarakat diimbau tidak membeli dan menggunakan sendiri alat rapid test.
"Penggunaan alat swab yang tidak tepat dapat menimbulkan komplikasi berbahaya termasuk perdarahan hidung," pungkas dr Hadian.
https://kamumovie28.com/movies/the-wandering-earth/
Sakit Hati Berujung Sate Takjil Beracun, Bagaimana Orang Bisa Senekat Itu?
Sakit hati melatarbelakangi tindakan Nani Apriliani mengirim sate beracun sianida. Namun lantaran target merasa tak mengenal identitas pengirim, sate ditolak dan diberikan pada driver ojek online pengirim sate. Akibat salah kirim, 'rezeki' sate takjil beracun malah menewaskan anak dari sang driver.
Kabar duka ini bukan satu-satunya kasus pembunuhan akibat sakit hati. Psikolog Anastasia Sari Dewi, founder Anastasia and Associate, menegaskan tindakan kriminal dengan alasan sakit hati kerap disebabkan mekanisme pertahanan ego yang lemah.
"Orang dengan pertahanan ego yang lemah tidak bisa menerima mantan menikah dengan orang lain. Dia berusaha menyelamatkan egonya dan dia melakukan itu dengan meracuni. Akhirnya apa? Tidak ada kebijaksanaan, kedewasaan untuk bisa mengembangkan kemampuan diri sendiri dalam mengontrol egonya," terangnya pada detikcom, Rabu (5/5/2021).
Menurutnya, orang dengan mekanisme ego yang lemah cenderung suka menyalahkan orang lain jika egonya dikalahkan. Misalnya, ego untuk merasa paling berharga, cantik, dan bernilai.
"Ada orang yang mekanismenya lemah, tidak kuat sehingga dia sering kali paling gampang untuk mempertahankan egonya, dia nyalahin orang lain. Dia sakiti, dia serang karena dia nggak mau egonya dikalahin," terangnya.
Melengkapi paparan Sari, psikolog dari Klinik Terpadu Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Anna Surti Ariani menjelaskan, tindakan menyakiti karena sakit hati kerap disebabkan kemampuan mengontrol emosi yang buruk.
"Kemampuan regulasi emosinya bisa jadi kurang baik, karena ia tidak mampu mengatur emosinya agar marah tanpa merugikan atau menyakiti diri sendiri atau orang lain," ujarnya.
Akibat minim kemampuan mengomunikasikan masalah, orang dengan kondisi seperti ini cenderung mengambil jalan pintas untuk menyelesaikan masalahnya. Misalnya, dengan cara merugikan orang lain.