Senin, 15 Maret 2021

RI Tunda Distribusi Vaksin AstraZeneca Imbas Isu Pembekuan Darah di Eropa

 Penggunaan vaksin AstraZeneca disetop sementara di sejumlah negara Eropa berkaitan dengan laporan pembekuan darah di beberapa orang pasca disuntik.

Menanggapi laporan tersebut, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dr dr Maxi Rein Rondonuwu, DHSM, MARS menyebut vaksin AstraZeneca belum didistribusikan. Pihak Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) serta ITAGI tengah mengkaji laporan tersebut.


"Kami masih menunggu kajian dari BPOM," tegas Maxi dalam konferensi pers Vaksin, Senin (15/3/2021).


Maxi menegaskan pengkajian terkait laporan pembekuan darah di negara Eropa penting dilakukan meski vaksin AstraZeneca sudah mendapat izin penggunaan darurat terlebih dulu dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).


"Memang sudah ada laporan EUL dari WHO tetapi karena ada masalah laporan yang ada di Eropa (pembekuan darah) dan di beberapa negara, sehingga BPOM dan ITAGI sudah menentukan rapat terkait dengan efek samping AstraZeneca," bebernya.


"Sehingga kami masih menunggu hasil kajian data dari BPOM dan ITAGI. jadi sementara kami belum bisa distribusikan, menunggu hasil dulu kajian dari BPOM dan ITAGI," pungkasnya.

https://nonton08.com/movies/habibie-ainun-3/


Catat! Ini 5 Gejala COVID-19 yang Bisa Terlihat pada Lidah


Saat terinfeksi COVID-19, berbagai gejala bisa saja muncul salah satunya COVID-19 tongue. Gejala ini terjadi pada indra pengecap yaitu bagian lidah.

COVID-19 tongue ini cukup dialami banyak pasien Corona, yang menyebabkan tampilan dan fungsi lidah mengalami perubahan. Untuk mengidentifikasinya pun mungkin akan lebih sulit.


Dikutip dari Times of India, berikut beberapa tanda-tanda untuk mendiagnosis adanya gejala COVID-19 tongue ini.


1. Muncul lesi dan benjolan pada lidah

Jika mengalami infeksi aktif di tubuh, salah satu tanda yang mungkin dialami pada lidah dan gusi adalah munculnya lesi dan benjolan.


Pada beberapa kasus, orang yang terinfeksi juga bisa mengalami luka atau borok yang parah di permukaan lidah. Kondisi ini bisa menjadi tanda infeksi atau alergi tengah berkembang.


Meskipun bisa hilang dalam beberapa waktu, kondisi ini menyebabkan sensasi yang menyakitkan hingga mempengaruhi pola makan orang yang mengalaminya.


2. Mulut terasa kering

Mulut yang terasa kering juga bisa terjadi akibat adanya infeksi virus atau autoimun. Selain itu, mulut kering bisa menyebabkan bibir pecah-pecah, kekeringan, tukak lidah, infeksi gusi, dan kerusakan gigi.


Jika mengalami kondisi seperti ini, segera konsultasikan ke dokter.


3. Dysgeusia atau perubahan rasa

Dysgeusia atau kerusakan selaput pelangi adalah sensasi yang umum dialami para pasien COVID-19. Terkadang membutuhkan waktu hingga berminggu-minggu, agar kondisi bisa pulih normal kembali.


Menurut studi kasus, selain mempengaruhi indra penciuman COVID-19 ini bisa menyebabkan perubahan rasa. Pasien Corona akan merasakan rasa logam pada lidah, yang mungkin membuat mereka sulit untuk mencerna makanan hingga mengganggu pola makan sehari-hari.


Pada kasus tertentu, dysgeusia dan hypogeusia (penurunan sensitivitas rasa) bisa muncul lebih awal dari gejala umum COVID-19 lainnya. Untuk itu, segera lakukan tes COVID-19 jika merasa ada rasa yang tidak biasa yang muncul pada lidah.


4. Perubahan sensasi lidah

Iritasi mulut, pembengkakan dan penggandaan patogen di dekat rongga mulut bisa membuat lidah terasa aneh. Kondisi ini juga bisa menyebabkan iritasi pada mulut, membuat bibir dan lidah lebih teriritasi dari biasanya.


5. Perubahan warna pada lidah

Satu tanda lainnya pada lidah jika terinfeksi virus adalah adanya perubahan warna pada lidah yang seharusnya berwarna merah muda.


Warna dan tekstur lidah bisa mengalami perubahan akibat adanya infeksi virus, alergi, atau peradangan bisa menyebabkan benjolan yang signifikan. Pada lidah pasien terkadang juga muncul bercak putih, hitam, atau warna gelap pada lidah.

https://nonton08.com/movies/rudy-habibie/

Dua-duanya Sudah Masuk RI, Apa Sih Bedanya Mutasi N439K dan Corona B117?

 Selain varian virus Corona B117, mutasi N439K belakangan jadi sorotan. Pasalnya, mutasi ini disebut-sebut lebih smart hingga bisa 'mengelabui' antibodi.

Menurut Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman Prof Amin Subandrio, mutasi ini juga memiliki angka reproduksi lebih tinggi, dua kali lipat. Artinya, lebih cepat menular.


Meski begitu, baik mutasi N439K maupun varian Corona B117 belum memiliki bukti lebih lanjut bisa mempengaruhi efektivitas vaksin Corona yang sudah ada.


Sama-sama lebih mudah menular, apa sih bedanya mutasi N439K dan varian Corona B117?

https://nonton08.com/movies/habibie-ainun/


1. Corona B117

Corona B117 merupakan salah satu varian mutan virus Corona yang pertama kali merebak di Inggris. Para peneliti dari NERVTAG menyebut Corona B117 memicu lonjakan kasus COVID-19 hingga rawat inap pasien Corona. Hal ini disimpulkan dari pengamatan wabah COVID-19 yang kembali 'mengganas' di Inggris akhir tahun lalu.


Namun, belum ada bukti atau data kuat yang menunjukkan sebab akibat dari Corona B117 ini. Begitu juga dengan efektivitas vaksin, beberapa vaksin bahkan telah diuji pada Corona B117 yang diyakini 40 hingga 70 persen lebih menular.


Adalah Pfizer dan Novavax yang terbukti mampu melawan varian Corona B117. Vaksin Corona Novavax menunjukkan efikasi 86 persen pada varian Corona B117.


B117 ini merupakan nama resmi varian virus Corona ini dalam galur filogenetik. Memiliki 23 mutasi, varian ini sudah ditemukan pada 6 kasus di Indonesia.


"B117 itu nama galur filogenetik yang ditetapkan virologist yang mengamati evolusi SARS-CoV-2," jelas pakar biologi molekuler Ahmad Rusdan Utomo kepada detikcom beberapa waktu lalu.


2. Mutasi N439K

Mutasi N439K sudah lebih dulu ditemukan dibandingkan varian Corona B117, yaitu Maret 2020 lalu, di Skotlandia. Mutasi ini jadi sorotan, pasalnya, mutasi N439K ini disebut resisten terhadap antibodi beberapa individu dalam sebuah penelitian jurnal Cell, 25 Januari lalu.


"Ini berarti virus memiliki banyak cara untuk mengubah domain imunodominan untuk menghindari kekebalan sekaligus mempertahankan kemampuan untuk menginfeksi dan menyebabkan penyakit," kata penulis penelitian sekaligus Direktur Senior Biologi Struktural di Vir Biotechnology Gyorgy Snell.


Hal senada yang menjadi kekhawatiran Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) adalah kemampuan mutasi N439K yang bisa 'mengelabui' antibodi.


"Varian N439K ini yang sudah lebih di 30 negara ternyata lebih 'smart' dari varian sebelumnya, karena ikatan terhadap reseptor ACE2 di sel manusia lebih kuat dan tidak dikenali oleh polyclonal antibody yang terbentuk dari imunitas orang yang pernah terinfeksi," jelas dr Daeng M Faqih, Ketua PB IDI.


Sementara itu, Prof Amin menyebut sudah ada 48 kasus N439K, dari lebih 500 sampel yang disequens, kebanyakan baru ditemukan di bulan ini. Mutasi N439K diyakini lebih mudah menular.


"Kalau dari tingkat keganasannya, prevalensinya, nggak berbeda dengan jenis lainnya, tetapi dia bisa mengikat pada sel manusia itu lebih kuat, dua kali lebih kuat, dampaknya bisa menginfeksi lebih mudah," jelasnya.

https://nonton08.com/movies/gundala/