Senin, 01 Februari 2021

Sama-sama Dipakai di RI, Ini Beda Vaksin COVID-19 AstraZeneca Vs Sinovac

 Program vaksinasi COVID-19 sudah dimulai di Indonesia. Di tahapan pertama, pemerintah memakai vaksin COVID-19 buatan Sinovac, CoronaVac, untuk disuntikkan ke kelompok prioritas.

Tak hanya dari Sinovac, pemerintah juga mengamankan jutaan dosis vaksin COVID-19 dari para pengembang lain, salah satunya AstraZeneca. Vaksin 'ramah lansia' ini didapatkan Indonesia dari skema GAVI dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara cuma-cuma.


Lalu, apa sih perbedaan vaksin COVID-19 AstraZeneca Vs Sinovac?


- Usia penerima

AstraZeneca


Vaksin AstraZeneca dapat digunakan untuk memvaksinasi penduduk usia 60 tahun keatas. Dalam publikasi data interim di laman The Lancet, pemberian pada kelompok lansia menunjukkan respons kekebalan setelah diberikan dosis kedua vaksin.


Sinovac


Dalam uji klinis, vaksin ini diberikan pada relawan berusia 19 tahun hingga 56 tahun. Pendekatan kelompok prioritas penerima vaksin COVID-19 di Indonesia memilih usia 18-59 tahun sebagai penerima vaksin Corona periode pertama.


- Efikasi

AstraZeneca


Dari situs penelitian ilmiah Lancet, dilaporkan efikasi dari Astrazeneca mencapai 70 persen. Angka ini didapatkan dari analisis interim hasil uji klinis tahap tiga di Brasil dan Inggris.


Angka efikasi tersebut didapat dari penggabungan data kelompok orang yang divaksinasi dengan dosis tepat, dan dosis yang keliru. Jika hanya menggunakan data kelompok dosis yang tepat, ditemukan efikasi sebesar 64 persen.


Meski lebih rendah, vaksin Astrazeneca telah mencapai standar efikasi minimal vaksin COVID-19 yaitu 50 persen. Vaksin Astrazeneca juga tidak perlu disimpan dalam suhu -80 derajat seperti vaksin Covid-19 Pfizer.

https://tendabiru21.net/movies/black-sheep/


Sinovac


Dari uji klinis yang dilakukan di Bandung, Jawa Barat, tim peneliti mendapatkan efikasi sebesar 65,3 persen. Penghitungan efficacy rate dari uji klinis di Bandung dengan subjek 1.600 orang, dengan analisis interim sesuai dengan penghitungan statistik kita menargetkan 25 kasus terinfeksi.


Perbedaan lainnya adalah dari teknologi platform pengembangan dan kemungkinan efek samping yang muncul. Selengkapnya di halaman berikut.


- Metode pengembangan

AstraZeneca

Vaksin AstraZeneca-Oxford dengan nama AZD1222 dikembangkan dengan platform adenovirus. Tim pengembang vaksin mengambil virus yang biasanya menginfeksi simpanse, dan dimodifikasi secara genetik untuk menghindari kemungkinan konsekuensi penyakit pada manusia.


Singkatnya, AstraZeneca mengembangkan vaksin dengan virus yang biasanya menyasar simpanse dan kemudian dimodifikasi secara genetis untuk merespon protein pada virus COVID-19 di tubuh manusia.


Sinovac


Metode pembuatan vaksin yang digunakan oleh Sinovac yakni dengan inactivated virus atau virus yang dimatikan (bukan dilemahkan). Inaktivasi adalah metode pembuatan vaksin dengan menggunakan versi tidak aktif dari jenis virus atau bakteri penyebab penyakit tertentu.


Jenis vaksin ini biasanya perlu beberapa dosis atau suntikan untuk mengembangkan antibodi atau kekebalan yang diinginkan. Beberapa jenis vaksin yang menggunakan metode inaktivasi sebelumnya adalah vaksin hepatitis A, vaksin flu, polio, dan rabies.


- Efek samping

AstraZeneca


Pada uji klinis, relawan melaporkan beberapa efek samping atau reaksi pasca suntikan, di antaranya nyeri di bagian lengan, sakit kepala, kelelahan, malaise, demam, hingga mual.


Mayoritas reaksi ringan sampai sedang dan biasanya sembuh dalam beberapa hari setelah vaksinasi. Jika dibandingkan dengan dosis pertama, reaksi yang dilaporkan setelah dosis kedua lebih ringan dan lebih jarang dilaporkan.


Sinovac


Uji klinis di Bandung menunjukkan vaksin CoronaVac aman dengan kejadian efek samping yang ditimbulkan ringan hingga sedang, yaitu efek samping lokal berupa nyeri, iritasi, pembengkakan, serta efek samping sistemik berupa nyeri otot, fatigue, dan demam.


Frekuensi efek samping dengan derajat berat sakit kepala, gangguan di kulit, atau diare yang dilaporkan hanya sekitar 0,1 -1 persen.

https://tendabiru21.net/movies/dead-rush/

Simak, Ini Cara Mengetahui Hasil CT COVID yang Berbahaya dan Tidak

 Belakangan, istilah CT Value kerap disebut-sebut saat seseorang dinyatakan positif terinfeksi virus Corona. Lantas bagaimana cara mengetahui hasil CT COVID yang berbahaya dan tidak?

Menurut pakar biologi molekuler, Ahmad Rusdan Utomo, CT Value merupakan jumlah siklus yang dilakukan dalam mencari materi genetik virus dari sampel lendir atau hasil swab pasien.


Dalam tes swab PCR (polymerase chain reaction), kandungan virus dalam sampel lendir pasien akan dicari dengan cara menggandakan materi genetik virus tersebut.


Ahmad pun memberikan contoh, misalnya, dalam pencarian siklus pertama kandungan virus dari sampel lendir tersebut belum terlihat. Kemudian materi genetiknya akan diperbanyak sampai bisa ketemu atau terlihat.


"Bagaimana kita bisa menganalisanya? Berarti kita harus punya materi genetik yang banyak, karena kalau materi genetiknya cuma sedikit, kita nggak bisa membedakan juga karena jumlahnya kurang untuk dianalisa," kata Ahmad saat dihubungi detikcom, Sabtu (23/1/2021).


"Supaya jadi banyak harus kita gandakan dulu. Dalam penggandaan itu kan ada pengulangan-pengulangan, misalnya, penggandaan dari 1 menjadi 2, 2 menjadi 4, 4 menjadi 8, dan seterusnya. Jumlah pengulangan itu namanya siklus," tambahnya.


Jadi hasil CT COVID yang berbahaya itu bagaimana?

Menurut Ahmad, nilai CT Value itu berbanding terbalik dengan jumlah materi genetik virus. Artinya, semakin besar nilai hasil CT Value, maka semakin sedikit jumlah materi genetik virus pada pasien tersebut.


Apabila hasil CT Value menunjukkan angka 25 ke bawah, kata Ahmad, kemungkinan pasien memiliki viral load atau jumlah virus yang banyak pada tubuhnya.


"Jadi kalau pasien itu punya CT Value di bawah 25, katakan 11 atau 20, 17, 22, itu kita bisa estimasi kayaknya kamu punya banyak virus di tubuh kamu," jelas Ahmad.


"Tapi kalau CT Value sudah di atas 35, oh berarti itu sudah dikit banget atau jangan-jangan virusnya sudah mati nih tinggal bangkainya saja. Bagaimana dengan 27? Iya 27 itu borderline lah," lanjutnya.


Ahmad pun menjelaskan, rata-rata maksimal siklus yang digunakan tes PCR dalam mencari materi genetik virus adalah 40 kali. Maka dari itu, apabila hasil CT Value berada di bawah 25, maka risiko mengalami tingkat keparahan sakit akan menjadi besar, terlebih jika pasien memiliki komorbid atau penyakit penyerta.


Jadi, untuk mengetahui CT COVID yang berbahaya atau tidak, cara yang paling baik adalah dengan konsultasi ke dokter agar tidak salah dalam mendiagnosis.

https://tendabiru21.net/movies/pieces-of-a-woman/


Sama-sama Dipakai di RI, Ini Beda Vaksin COVID-19 AstraZeneca Vs Sinovac


Program vaksinasi COVID-19 sudah dimulai di Indonesia. Di tahapan pertama, pemerintah memakai vaksin COVID-19 buatan Sinovac, CoronaVac, untuk disuntikkan ke kelompok prioritas.

Tak hanya dari Sinovac, pemerintah juga mengamankan jutaan dosis vaksin COVID-19 dari para pengembang lain, salah satunya AstraZeneca. Vaksin 'ramah lansia' ini didapatkan Indonesia dari skema GAVI dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) secara cuma-cuma.


Lalu, apa sih perbedaan vaksin COVID-19 AstraZeneca Vs Sinovac?


- Usia penerima

AstraZeneca


Vaksin AstraZeneca dapat digunakan untuk memvaksinasi penduduk usia 60 tahun keatas. Dalam publikasi data interim di laman The Lancet, pemberian pada kelompok lansia menunjukkan respons kekebalan setelah diberikan dosis kedua vaksin.


Sinovac


Dalam uji klinis, vaksin ini diberikan pada relawan berusia 19 tahun hingga 56 tahun. Pendekatan kelompok prioritas penerima vaksin COVID-19 di Indonesia memilih usia 18-59 tahun sebagai penerima vaksin Corona periode pertama.


- Efikasi

AstraZeneca


Dari situs penelitian ilmiah Lancet, dilaporkan efikasi dari Astrazeneca mencapai 70 persen. Angka ini didapatkan dari analisis interim hasil uji klinis tahap tiga di Brasil dan Inggris.


Angka efikasi tersebut didapat dari penggabungan data kelompok orang yang divaksinasi dengan dosis tepat, dan dosis yang keliru. Jika hanya menggunakan data kelompok dosis yang tepat, ditemukan efikasi sebesar 64 persen.


Meski lebih rendah, vaksin Astrazeneca telah mencapai standar efikasi minimal vaksin COVID-19 yaitu 50 persen. Vaksin Astrazeneca juga tidak perlu disimpan dalam suhu -80 derajat seperti vaksin Covid-19 Pfizer.

https://tendabiru21.net/movies/a-fall-from-grace/