Selasa, 01 September 2020

Puncak Corona di Indonesia Diprediksi Pertengahan 2021

Jumlah kasus virus Corona COVID-19 di Indonesia masih meningkat setiap harinya. Kira-kira kapan sebenarnya wabah virus Corona COVID-19 di Indonesia akan mencapai puncaknya?
Ahli epidemiologi dari Universitas Indonesia Pandu Riono memperkirakan puncak kasus virus Corona di Indonesia baru mencapai puncak pertengahan 2021. Tingkat penularan Corona diprediksi mulai melandai akhir 2021 hingga awal 2022.

Menurut Pandu, proyeksi tersebut sangat mungkin terjadi jika penanganan Corona masih lambat seperti saat ini. Berdasarkan data kurva penyebaran sejak awal bulan Maret lalu, belum ada tanda-tanda kurva Corona akan melandai. Bahkan, pada Jumat (28/8/2020) lalu, kasus positif virus Corona harian kembali memecahkan rekor baru, yakni bertambah 3.003 orang dalam 24 jam.

"Kecepatan penularan dilihat bertahap, dari beta statistik percepatan transmisi, wow kaget. Kalau tidak melakukan penanganan secara serius, kemungkinan akan terus sampai 2021, pertengahan atau awal semester pertama baru sampai puncaknya," ucapnya dalam diskusi daring Ancaman Karhutla di Tengah Pandemi COVID-19, Sabtu (22/8/2020), dikutip dari laman CNN Indonesia.

Selain itu, Pandu menyebut, jika penanganan pandemi tidak kunjung serius, ia khawatir pada titik puncak tahun depan, infeksi harian tertinggi diperkirakan dapat mencapai 60 ribu kasus.

Oleh karena itu, Pandu mendesak pemerintah untuk lebih agresif lagi dalam mengendalikan penyebaran Corona. Tidak perlu khawatir soal gelombang kedua, tetapi fokus dulu pada penanganan penyebaran gelombang pertama yang hingga saat ini pun tidak kunjung melandai.

"Banyak pemimpin menyebut waspada gelombang dua, padahal gelombang pertama saja belum selesai," tambahnya.

Pandu menyarankan pemerintah untuk menggalakkan pembatasan sosial berbasis komunitas. Hal ini disebutkan Pandu akan lebih efektif dalam mengendalikan penyebaran Corona, daripada mengucurkan dana bombastis yang tujuannya tidak terukur.

"Lebih efektif kalau PSBB berbasis komunitas karena kekuatan kita ada di komunitas. Ketahanan sosial masyarakat jauh lebih besar nilainya dibandingkan uang pemerintah," pungkasnya.

Mutasi Corona D614G Juga Ada di Jakarta, Benarkah 10 Kali Lebih Menular?

Baru-baru ini, terungkap bahwa mutasi virus Corona D614G ditemukan juga di Indonesia. DKI Jakarta termasuk salah satu kota yang memiliki mutasi virus Corona D614G.
Kabar ini sempat bikin heboh, karena mutasi virus Corona D614G disebut-sebut 10 kali lebih menular. Strain yang sebelumnya dominan ditemukan di Eropa dan AS tersebut, belakangan juga ditemukan di beberapa negara Asia seperti Malaysia, Singapura, dan Filipina.

Temuan mutasi Corona D614G ini dikonfirmasi oleh Direktur Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBME), Prof Amin Soebandrio. Ada lima kota yang disebut Prof Amin memiliki mutasi Corona D614G. Berikut daftarnya.

DKI Jakarta
Tangerang
Jogja
Bandung
Surabaya

Benarkah 10 kali lebih menular?
Prof Amin menjelaskan bahwa mutasi virus Corona D614G memang dikaitkan dengan kecepatan penularan. Namun, hal ini masih sebatas hipotesis yang diuji di lab. Artinya, belum ada kesimpulan yang pasti mengenai hal itu.

"Jadi belum terbukti di komunitas," kata Prof Amin.

Senada dengan Prof Amin, pakar biologi molekuler Ahmad Risdan Handoyo Utomo, PhD menyebut belum ada bukti bahwa mutasi yang ditemukan membuat virus menguat atau melemah. Masing-masing mutasi memberikan gejala yang beragam.

"Jadi misalnya 100 orang yang kena D, 100 orang kena G. Kan kalau misalnya 100 orang yang kena D dikatakan lebih ringan, berarti yang kena D nggak ada yang berat kan (gejalanya). Nah ternyata setelah dicek ada juga yang lebih berat," jelas Ahmad.

Sementara itu, guru besar Universitas Airlangga (Unair) Prof Chairul A Nidom menganggap temuan mutasi D614G di Indonesia bukan hal yang aneh. Bahkan jika lebih banyak dilakukan sequencing, mutasi tersebut mungkin akan lebih banyak ditemukan. Namun tidak langsung bisa diartikan lebih menular.

"Jadi kalau itu sebetulnya dugaan bahwa dengan perubahan atau mutasi dari (D) asam aspartat ke (G) glisin di no 614 itu bisa mempercepat penularan, tetapi belum ada bukti, artinya bagaimana mempercepatnya," kata prof Nidom.
https://kamumovie28.com/first-born/

Senin, 31 Agustus 2020

Fenomena Naiknya Kasus Perceraian di Sejumlah Negara karena Virus Corona

Meningkatnya angka perceraian di tengah pandemi virus Corona menjadi fenomena yang nyata terjadi di beberapa belahan dunia. KDRT, perdebatan tiada henti, kejenuhan hingga poligami jadi berbagai alasan pasangan mengajukan cerai yang dipicu aturan lockdown.

Sejak 24 Februari 2020, China melaporkan ada lebih dari 300 pasangan mengajukan permohonan cerai. Menurut petugas pendaftaran pernikahan di Provinsi Sichuan, kebanyakan dari mereka ingin cerai akibat lockdown Corona.

Ketika menghabiskan terlalu banyak waktu bersama selama isolasi, ternyata beberapa pasangan malah jadi sering bertengkar. Lu Shijun, menajer pendaftaran pernikahan melaporkan adanya peningkatan pesat dibandingkan sebelum merebaknya pandemi COVID-19.

Orang-orang muda menghabiskan banyak waktu di rumah. Mereka cenderung berargumen karena sesuatu yang remeh dan cepat-cepat menginginkan perceraian," katanya.

Fenomena yang sama juga terjadi di Inggris. Co-op Legal Services, firma hukum khusus kasus perceraian, masalah keluarga dan bidang ketenagakerjaan mencatat adanya peningkatan angka perceraian hingga 42 persen.

Naiknya kasus cerai terjadi di antara rentang waktu 23 Maret dan pertengahan Mei 2020 saat diberlakukannya lockdown. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan periode yang sama pada 2019.

Seperti dilansir News Sky, Co-op mengatakan bagi sebagian pasangan, lockdown memberikan kesempatan untuk saling mendekatkan diri dan meluangkan waktu bersama lebih banyak. Namun ada pula pasangan yang justru jadi sering bertengkar.

Data dari Co-op juga mengungkap, Jumat menjadi hari yang paling umum dipilih pasangan untuk mengajukan cerai. Diikuti Hari Selasa di urutan kedua.

"Sekarang ini, kekhawatiran akan kondisi finansial, pekerjaan, ditambah dengan fakta bahwa seisi rumah harus lebih banyak menghabiskan waktu bersama bisa menciptakan ketegangan pada hubungan," jelas Tracey Moloney dari Co-op Legal Services.

Arab Saudi juga mendapati kenaikan angka perceraian selama lockdown virus Corona. Dilansir Middle East Monitor, ada sekitar 7.482 kasus perceraian yang terjadi di masa pandemi virus Corona.

Hampir sepertiga penyebab perceraian, karena para istri mendapati suaminya menikah lagi, atau menjalani praktik poligami tanpa sepengetahuan mereka. Sebanyak 52 persen kasus perceraian terjadi di Mekah dan Riyadh. Data statistik juga menunjukkan mayoritas wanita yang mengajukan cerai berprofesi sebagai karyawan, pebisnis dan dokter wanita.

Jepang juga mencatat adanya kenaikan kasus perceraian di Jepang. Bahkan muncul istilah 'corona divorce' yang sempat trending di Twitter pada akhir April 2020. Meskipun tidak disebutkan angka pastinya, rata-rata penyebab istri ingin mengajukan cerai karena lelah harus bersama suami yang banyak menuntut selama 24 jam setiap hari. Ada pula yang muak karena selalu mendengar dengkuran suaminya di siang hari.

"Rumah berubah jadi tempat kerja dan itu penyebab utama yang jadi masalah. Orang-orang merasa stres ketika lingkungan mereka berubah... dan itu bisa bisa menimbulkan keretakan dalam pernikahan," kata pengacara pernikahan Chie Goto, yang berbasis di Kota Nishinomiya, Jepang, seperti dikutip dari South China Morning Post.
https://nonton08.com/by-light-of-desert-night/