Kamis, 30 April 2020

Usia 5 Hari Sudah Positif Corona, Seberapa Besar Risiko Bayi Terinfeksi?

 Tak hanya dewasa, beberapa bayi juga dilaporkan positif virus Corona. Rumah Sakit dr Cipto Mangunkusomo (RSCM) Kiara sendiri menemukan bayi yang pertama kali terdeteksi di hari ke-5.
Dijelaskan dr Nina Dwi Putri, SpA(K), dokter spesialis kesehatan anak, bayi yang dirujuk ke RSCM biasanya dalam kondisi berat. Seperti mengidap gejala pneumonia yaitu sesak napas.

"Rujukan dari luar itu saat ini usianya mungkin hampir 2 minggu, dia pertama kali terdeteksi itu di 5 hari, itu bayi-bayi yang kecil, rata-rata datang dengan gejala pneumonia," ungkapnya saat ditemui detikcom di RSCM Kiara, Jakarta Pusat, Kamis, (30/4/2020).

Lalu sebenarnya seberapa berisiko bayi terkena Corona?

"Jadi sebenarnya risiko untuk tertular itu sama dengan dewasa, namun dari di luar itu kita bisa liat, gejala anak yang berat itu sedikit, mungkin karena tidak terlaporkan karena biasanya gejala anak itu ringan, sehingga tidak diperiksa," ungkapnya.

"Jadi nggak ketangkep dalam surveilans, tapi secara umum memang anak lebih rendah proporsinya, dan biasanya lebih ringan dibandingkan dengan dewasa, kecuali yang ada komorbid-nya," lanjutnya.

Efektifkah Terapi Plasma Darah untuk Corona? Riset RSCM Akan Mengungkapnya

Terapi plasma darah saat ini tengah diuji sejumlah negara untuk melihat seberapa efektif dalam mengobati pasien virus Corona. Beberapa di antaranya ada yang berhasil dalam melakukan terapi plasma darah ini.
Direktur Rumah Sakit dr Cipto Mangunkusumo (RSCM), dr Lies Dina Liastuti, SpJP(K), menyebut akan ada penelitian tentang terapi plasma darah tersebut. Soal efektivitas terapi plasma darah, nantinya dievaluasi dari hasil dari penelitian tersebut.

"Kami baru akan melakukan researchnya dulu mengumpulkan data sehingga kami akan memutuskan apakah memang bisa diberikan atau tidak, tapi belum berjalan, belum ada orangnya, belum dapat pasiennya juga," ujarnya di RSCM Kiara pada Kamis (30/4/2020).

Terapi plasma sendiri merupakan terapi yang menyuntikkan plasma dari pasien sembuh Corona ke pasien yang masih berjuang menangani Corona. AS, Inggris, dan Iran adalah beberapa negara yang melakukan terapi tersebut.

Meski begitu, terapi plasma darah tidak dapat didonorkan begitu saja. Francisco Lopez, ahli hematologi di Pusat Medis St Luke, mengatakan prosedur terapi transfusi plasma darah harus mencocokkan golongan darah pasien dengan pendonornya.

Kenali Beda Batuk Kering dan Basah, Beda Pula Obatnya

Pada masa pandemi COVID -19 ini masyarakat menjadi lebih sensitif terhadap apa yang terjadi pada tubuh mereka. Misalnya batuk sedikit saja sudah mengira terpapar COVID-19.
Medical Manager Divisi Kalbe Consumer Health PT Kalbe Farma TBK, dr Helmin Agustina Silalahi menyebut, apapun batuknya kalau tidak segera ditangani bisa menyebabkan penyakit yang serius.

"Batuk yang terjadi saat kapanpun kalau tidak segera ditangani dapat menyebabkan penyakit serius, sehingga saat terjadi batuk perlu dikenali penyebabnya untuk dapat mengetahui pencegahan dan pengobatannya," ujar dr Helmin kepada detikHealth, Kamis (30/4/2020).

Perlu diingat bahwa batuk tidak hanya terjadi karena virus Corona. Kenali dulu jenis batuknya, apakah kering atau basah. Dilansir dari Healthline, batuk kering dan batuk basah dapat terjadi karena beberapa hal berbeda.

Batuk Kering

Batuk kering adalah batuk yang tidak memunculkan dahak, biasanya membuat gatal di belakang tenggorokan yang memicu batuk tersebut. Batuk kering sering sulit ditangani dan mungkin butuh waktu penyembuhan lebih lama.

Batuk kering terjadi karena ada peradangan atau iritasi pada saluran pernapasan. Bisa juga disebabkan karena adanya infeksi saluran pernapasan bagian atas seperti pilek atau flu. Batuk kering juga merupakan salah satu indikasi adanya penyakit COVID-19.

"Gejala batuk pada COVID-19 biasanya batuk kering, dan tidak terjadi hanya di malam hari," ungkap dr Helmin.

Butuh Relawan! RSCM Sedang Teliti Plasma Darah untuk Sembuhkan Corona

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, MMB, membenarkan tim peneliti Rumah Sakit dr Cipto Mangunkusumo (RSCM) dan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) akan menguji 'terapi plasma darah' untuk pasien Corona. Namun ia menegaskan terapi tersebut ditujukan untuk pasien Corona dengan gejala berat atau kritis dan merupakan terapi alternatif.
"Jadi ini sebenarnya terapi alternatif pada kasus-kasus yang berat, kasus-kasus yang membutuhkan ventilator, kan dalam perjalanannya tuh kan pasien tuh dia oke ada yang ringan, sedang, dan berat, kan," tegasnya saat dihubungi detikcom, Kamis (30/4/2020).

"Umumnya kan pasien tuh gejalanya ringan sekitar 80 persen, 70 persen, kemudian ada yang sedang dan berat. Nah yang berat ini lah perlu artinya terapi alternatif lah, tetapi bukan juga mengada-ngada, karena di luar juga ada beberapa kasus (Corona) yang berat ini juga sudah mulai dikerjakan (terapi plasma darah). Ini sebenarnya diambil dari orang yang sudah terbentuk antibodi, diharapkan antibodi yang sudah membentuk di pasien sembuh ini lah yang memperkuat si tubuh orang yang dalam keadaan sakit berat itu," ungkapnya.

Prof Ari pun menegaskan teknik seperti terapi plasma darah ini bukan sesuatu hal yang baru. Pada beberapa pasien yang mengalami gangguan dengan antibodi sebelumnya juga dilakukan terapi yang serupa.

"Tetapi teknik ini tuh bukan teknik yang baru, itu sudah biasa dilakukan di kita, misalnya ada pasien dengan kelainan antibodi. Tetapi komponennya beda, ada berapa komponen yang diambil, nah ini justru plasma darahnya itu antibodinya gitu lho, jadi ini tuh sesuatu yang sudah rutin dikerjakan," kata prof Ari.

Disinggung terkait berapa lama proses uji klinis terapi plasma darah, prof Ari mengaku akan dilakukan dan diselesaikan secepatnya. Mengingat uji klinis tersebut sudah mengantongi izin komite etik.

"Iya ini lagi mencari sampel, lagi pasien yang bersedia, pasien-pasien yang sudah berat sih sudah ada," ujarnya.

"Iya secepatnya karena izin komite etiknya sudah keluar, pokoknya kalau sudah ada sampel diambil plasmanya, bisa diberikan ke pasien, ya tapi kan ini uji klinis ini nanti kalau setelah beberapa sampel baru bisa dipublish, kalau 1 atau 2 belum bisa," katanya mengakhiri pembicaraan.

Usia 5 Hari Sudah Positif Corona, Seberapa Besar Risiko Bayi Terinfeksi?

 Tak hanya dewasa, beberapa bayi juga dilaporkan positif virus Corona. Rumah Sakit dr Cipto Mangunkusomo (RSCM) Kiara sendiri menemukan bayi yang pertama kali terdeteksi di hari ke-5.
Dijelaskan dr Nina Dwi Putri, SpA(K), dokter spesialis kesehatan anak, bayi yang dirujuk ke RSCM biasanya dalam kondisi berat. Seperti mengidap gejala pneumonia yaitu sesak napas.

"Rujukan dari luar itu saat ini usianya mungkin hampir 2 minggu, dia pertama kali terdeteksi itu di 5 hari, itu bayi-bayi yang kecil, rata-rata datang dengan gejala pneumonia," ungkapnya saat ditemui detikcom di RSCM Kiara, Jakarta Pusat, Kamis, (30/4/2020).

Lalu sebenarnya seberapa berisiko bayi terkena Corona?

"Jadi sebenarnya risiko untuk tertular itu sama dengan dewasa, namun dari di luar itu kita bisa liat, gejala anak yang berat itu sedikit, mungkin karena tidak terlaporkan karena biasanya gejala anak itu ringan, sehingga tidak diperiksa," ungkapnya.

"Jadi nggak ketangkep dalam surveilans, tapi secara umum memang anak lebih rendah proporsinya, dan biasanya lebih ringan dibandingkan dengan dewasa, kecuali yang ada komorbid-nya," lanjutnya.