Liburan ke Thailand, jangan melulu ke kota yang mainstream. Coba juga kota yang anti-mainstream seperti Nong Bua Lamphu ini.
Semoga corona segera mereda dan berlalu sehingga para pejalan dapat melanjutkan petualangannya dan ekonomi yang lesu mulai menggeliat lagi. Cerita perjalanan saya kali ini mengenai Kota di Thailand bagian Utara yang tidak jauh dari Udon Thani yaitu Nong Bua Lamphu. Mungkin belum banyak teman-teman pejalan yang sudah menginjakkan kakinya ke tempat ini.
Menurut sejarah, Nong Bua Lamphu didirikan pada Desember 1993, dan menjadi provinsi ke-76 di Thailand. Sebelum masa tersebut, Nong Bua Lamphu merupakan bagian dari Udon Thani. Meskipun provinsi ini didirikan relatif baru, provinsi ini memiliki sejarah panjang.
Sekitar 200 tahun yang lalu, sebuah kota didirikan oleh orang-orang Laos dari sisi kiri Sungai Mekong. Nama Nong Bua Lamphu muncul dalam catatan sejarah sebagai tempat istirahat bagi Tentara Siam selama pawai mereka untuk berperang melawan Vientiane di era Ayuthaya dan Rattanakosin.
Selain alam yang indah, yaitu Kisaran Phu Phan, dan danau yang indah, Nong Bua Lamphu kaya dengan atraksi budaya, seperti situs arkeologi dan kerajinan tangan lokal yang menarik.
Nong Bua Lamphu memiliki luas 3.859.626 kilometer persegi, tapi demikian masih relatif sepi. Saat ini, Nong Bua Lamphu adalah sebuah distrik yang dipenuhi dengan atraksi-atraksi alami dan indah termasuk Taman Nasional Phu Kao Phupan Kham, Pegunungan Phu Phan, dan Gua Erawan yang menampilkan Buddha besar di pintu masuknya.
Saya menggunakan Bus untuk sampai di Nong Bua Lamphu. Perjalanan dari Terminal Bus Udon Thani ke Nong Bua Lamphu ditempuh dalam waktu kurang lebih satu jam, dengan membayar ongkos sebesar 45 TBH.
Saya terkesima melihat pembangunan jalan raya di Thailand muali dari ujung selatan ke ujung Utara, luar biasa. Saya juga tidak melihat jalan tol berbayar di sana. Tampak pengendara kendaraan bebas menggunakan fasilitas jalan rayanya yang bagus dan luas ruas jalannya.
Anggaran Kemenparekraf Sebesar 1 T Ditarik Untuk Atasi Dampak Corona
Tak ada yang tahu kapan virus Corona akan berakhir. Berbagai anggaran Kementerian pun ditarik untuk mengatasi situasi sulit wabah Corona.
Menurut Wakil Ketua Komisi X DPR RI Pendidikan dan Pariwisata, Dede Yusuf dalam Webinar yang diadakan oleh Indonesian Food & Beverage Executive Association (IFBEC) dan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), selama masa pandemi, ada beberapa fase yang akan masyarakat lalui. Fase yang pertama, yaitu yang sekarang sedang kita alami, yaitu tanggap darurat.
"Untuk tanggap darurat saat ini realokasi untuk anggaran yang diambil pariwisata adalah 500 miliar untuk memberikan pelatihan-pelatihan pekerja pariwisata untuk masa kosong seperti ini dan mendukung kartu pra kerja dari karyawan PHK atau pekerja honorer yang mendapat uang harian," kata Dede.
Total dana yang diambil dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pun sejumlah 1 Triliun. Namun tak hanya Kemenparekraf, tapi anggaran seluruh kementerian dan DPR pun ditarik.
"Total 1 triliun (Kemenparekraf) lebih itu ditarik," kata Dede.
"Jadi negara sedang menarik semua anggaran untuk memback-up masalah sembako, relaksasi, BLTnya, jadi tidak ada kementerian yang tidak ditarik termasuk DPR pun ditarik hampir 250-280 miliar, artinya, kita bahu membahu untuk memback up selama masa pandemi," tambah Dede Yusuf.
Setelah masa tanggap darurat, ada tahap pemulihan. Tahap pemulihan diharapkan sekitar 3-4 bulan. Lalu, tahap normalisai berjalan sesudahnya.
"Fase kedua, setelah tanggap darurat disebut sebagai masa tahap pemulihan, nah ini masalahnya, masih belum diketahui kapan, kalau kita ambil asumsi tanggap darurat ini berjalan sampai Juni, maka, tahap pemulihan itu semestinya Juli sampai Desember dan tahap normalisasi dimulai 2021 Januari dan seterusnya, ini masih catatan penting karena masa pemulihan belum ada yang bisa menebak," kata Haryadi.