Selasa, 07 April 2020

Ketika Social Distancing Telah Sampai di Kutub Utara

Pandemi Corona membuat dunia jadi berbeda. Banyak negara gunakan kebijakan karantina, bahkan Kutub Utara kena dampaknya.

Polastren adalah kapal milik Jerman yang melakukan ekspedisi penelitian ke Kutub Utara. Melintasi Samudera Arktik, kapal ini melakukan perjalanan selama setahun mulai dari September 2019.

Namun wabah pandemi Corona mengubah semuanya. Serangkaian jadwal penerbangan di bulan April untuk pergantian kru kapal harus ditunda.

"Tak ada cara untuk melakukan rotasi kru lewat penerbangan. Ini akan berdampak pada ekspedisi kami," ujar Markus Rex, seorang ilmuwan atmosfer dari Alfred Wegener Institute Helmholtz Center untuk penelitian kutub dan laut.

Rotasi kru pertama terjadi di akhir tahun. Kemudian dilakukan lagi pada awal Maret. Namun untuk bulan April rasanya akan sangat sulit.

Kru yang selesai tugas dikirim pulang lewat Norwegia. Mereka bisa pulang dengan izin khusus dari pemerintah setempat. Selain karena Corona, penundaan rotasi juga dikarenakan adanya cuaca buruk.

Salah seorang dari peneliti dinyatakan positif Corona dan dikarantina di Jerman. Sehingga serangkaian penerbangan survey ditangguhkan oleh pemerintah Norwegia, selaku negara perbatasan. Kebijakan ini ditujukan untuk memerangi penyebaran Corona di Kutub Utara.

"Situasi yang tidak bisa ini membuat kami tak punya pilihan. Kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua orang yang terlibat dalam persiapan penelitian ini," kata Dr Andreas Herber.

Ekspedisi rencananya akan dilanjutkan di musim panas. Rotasi pun akan menggunakan sistem karantina 14 hari di masa depan. Sehingga kru dan staf kapal terhindar dari virus Corona.

Cerita Pengasuh yang Setia Menjaga Orangutan Saat Pandemi Corona

Tak hanya manusia, satwa pun perlu dilindungi dari ancaman virus Corona. Inilah cerita orang-orang yang setia menjaga para orangutan.
Ancaman virus Corona tau COVID-19 memang tak pandang bulu. Tak hanya manusia, sejumlah hewan seperti anjing, kucing, bahkan harimau telah positif terinfeksi virus tersebut.

Satwa lain yang juga berpotensi tertular adalah orangutan. Satwa endemik khas Indonesia ini rentang terjangkit Corona lantaran 97 persen DNA nya mirip manusia.

Melihat hal tersebut, sejumlah orang yang tergabung dalam organisasi penyelamat orangutan pun turun tangan. Dilansir dari Channel News Asia, salah satu organisasi perlindungan orangutan, Borneo Orangutan Survival telah menutup tempat konservasi mereka dari kunjungan turis asing. Selain itu para staf juga diminta untuk mengenakan masker dan sarung tangan untuk mencegah penularan.

"Belum ada kasus penularan langsung yang dikonfirmasi, tetapi ada masalah lain yaitu kurangnya masker dan persediaan desinfektan untuk pengasuh orangutan,"kata dokter hewan di yayasan tersebut, Agus Irwanto.

Di sisi lain, untuk orangutan, mereka masih beraktivitas seperti biasanya.

"Sementara manusia (para staf) di pusat rehabilitasi bekerja keras menyesuaikan diri dengan langkah-langkah baru ini, orangutan menjalankan aktivitas seperti biasa,"kata pihak yayasan tersebut.

Selain Borneo Orangutan Survival, organisasi perlindungan satwa internasional FOUR PAWS juga mengambil langkah pencegahan Corona di Sekolah Rimba Orangutan.

Sekolah ini didirikan FOUR PAWS bersama yayasan Jejak Pulang dan juga didukung Pemerintah Indonesia. Lokasinya ada di Samboja, Kalimantan Timur.Di sana, para pengasuh merawat 8 orangutan yaitu Amalia, Eska, Cantik, Gonda, Robin, Tegar, Gerhana, dan Kartini.

Saat ini, Sekolah Rimba memberlakukan kebijakan non-kontak.

"Jadi, saat ini tidak diperbolehkan ada yang masuk ke sekolah hutan bagi siapa saja yang tidak terlibat dalam perawatan," kata pakar primata FOUR PAWS, Dr. Preuschoft sebagaimana diwartakan ABC.

Untuk orangutan dewasa, pengasuh sama sekali tak berkontak dengan mereka karena orangutan sudah bisa mencari makan sendiri. Sementara untuk bayi orangutan, masih membutuhkan perhatian pengasuh.

"Yang usianya lebih muda masih membutuhkan kontak yang akrab dan erat, pelukan dan kasih sayang saat mereka ketakutan,"ia menjelaskan.

Mengenal Paus Pembunuh yang Muncul di Anambas

Paus pembunuh atau orca muncul di Perairan Anambas. Jadi fenomena langka di Indonesia, yuk kenali orca lebih dekat.

Orca atau paus pembunuh memiliki nama latin Ornicus Orca. Hewan ini bukanlah ikan apalagi paus. Orca adalah mamalia keluarga lumba-lumba.

Nama paus yang diberikan sebenarnya memiliki kisah. Konon, ketika masa perburuan paus di Australia, orca membantu manusia.

Orca bisa dengan mudah menemukan paus-paus lain. Sehingga orca diberi julukan whale killer atau pembunuh paus. Namun julukan tersebut malah berubah menjadi killer whale atau paus pembunuh.

Mamalia ini hidup bergerombol hingga 40 ekor. Orca sangat suka berburu. Makanan utama mereka adalah ikan, gurita, cumi-cumi hingga burung laut. Mereka hanya memakan binatang yang berukuran lebih kecil.

Namun jangan salah, orca memiliki tubuh yang besar dan gigi panjang yang tajam. Menjadi predator tingkat satu, orca mampu untuk menyerang hiu putih atau white shark yang ganas.

Meski demikian, belum pernah ada sejarah yang mencatat bahwa orca memangsa manusia. Karena sejatinya orca adalah lumba-lumba.

Habitat hidup orca dimulai dari tempat yang sangat dingin seperti kutub sampai perairan hangat. Ini mengapa kemunculan orca di Anambas bisa terjadi, walau sangat langka.

"Migrasi orca tidak mengikuti pola musim. Ketika migrasi orca menggunakan sonar untuk memancarkan gelombang akustik yang dimilikinya untuk memandunya mencari mangsa dan menuju lokasi yang ditujunya," ujar Widodo Pranowo, Peneliti Madya Bidang Oseanografi Terapan Laboratorium Data Laut dan Pesisir, Pusat Riset Kelautan,Badan Riset & SDM, Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Penjalaran gelombang akustik di kolom massa air laut sangatlah tergantung oleh suhu laut dan densitas massa air laut. Densitas massa air laut dipengaruhi dari konsentrasi partikel-partikel yang terlarut di dalam air laut tersebut, seperti kadar garam dan konsentrasi terlarut lainnya.

"Ketika ada suatu anomali massa air laut, maka kecepatan penjalaran gelombang akustik yang dipancarkan oleh orca juga bisa terganggu atau terbelokkan sehingga orca pun tersesat," tambahnya.

Sonar navigasi orca juga bisa dipengaruhi oleh faktor ekstrem lainnya seperti sinyal seismik yang digunakan oleh manusia dalam survei mencari potensi sumber-sumber minyak di bawah dasar laut. Percobaan-percobaan militer atau ledakan di bawah air juga bisa menghasilkan sinyal akustik ekstrim.

Ketika Social Distancing Telah Sampai di Kutub Utara

Pandemi Corona membuat dunia jadi berbeda. Banyak negara gunakan kebijakan karantina, bahkan Kutub Utara kena dampaknya.

Polastren adalah kapal milik Jerman yang melakukan ekspedisi penelitian ke Kutub Utara. Melintasi Samudera Arktik, kapal ini melakukan perjalanan selama setahun mulai dari September 2019.

Namun wabah pandemi Corona mengubah semuanya. Serangkaian jadwal penerbangan di bulan April untuk pergantian kru kapal harus ditunda.

"Tak ada cara untuk melakukan rotasi kru lewat penerbangan. Ini akan berdampak pada ekspedisi kami," ujar Markus Rex, seorang ilmuwan atmosfer dari Alfred Wegener Institute Helmholtz Center untuk penelitian kutub dan laut.

Rotasi kru pertama terjadi di akhir tahun. Kemudian dilakukan lagi pada awal Maret. Namun untuk bulan April rasanya akan sangat sulit.

Kru yang selesai tugas dikirim pulang lewat Norwegia. Mereka bisa pulang dengan izin khusus dari pemerintah setempat. Selain karena Corona, penundaan rotasi juga dikarenakan adanya cuaca buruk.

Salah seorang dari peneliti dinyatakan positif Corona dan dikarantina di Jerman. Sehingga serangkaian penerbangan survey ditangguhkan oleh pemerintah Norwegia, selaku negara perbatasan. Kebijakan ini ditujukan untuk memerangi penyebaran Corona di Kutub Utara.