Selasa, 07 Januari 2020

Menjejakkan Kaki di Lore Lindu, Situs Megalitikum Tertua

Di Lore Lindu, traveler bisa berkunjung ke Situs Megalitikum tertua. Sungguh sebuah petualangan yang tak bisa dilupakan.

Perjalanan saya kali ini menghadirkan petualangan peradaban megalit tertua yang berada di Lembah Besoa, tepatnya di kawasan Cagar Budaya Lore - Lindu, Sulawesi Tengah. Saat ini, kawasan Cagar Budaya Lore-Lindu akan disiapkan menjadi salah satu warisan dunia, sehingga perjalanan saya kali ini terbilang extraordinary traveling.

Berjarak kurang lebih 157 km dari Kota Palu, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah. Tepatnya di Desa Bariri, terdapat dua situs megalit yaitu Baula (Kerbau) dan Tadulako (Patung Tadulako).

Saat memasuki kawasan situs, kita akan melewati hamparan pematang sawah milik penduduk setempat yang mayoritas adalah petani. Sedangkan di kawasan Megalit Tadulako, kita akan menjumpai bangunan rumah adat peninggalan suku asli Lore. Terdapat dua bangunan adat yang sangat unik yaitu berbentuk segitiga.

Rumah Tambi adalah rumah yang biasanya digunakan sebagai rumah tinggal, memiliki anak tangga berjumlah lima buah, pada pintunya terdapat pahatan kepala kerbau. Jika pintu dibuka, maka akan mengeluarkan bunyi seperti suara kerbau. Sedangkan yang satunya bernama rumah Buho, yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan lumbung padi.

Memasuki kawasan Megalit Tadulako, terlihat patung Tadulako dengan posisi menghadap ke barat. Menurut cerita masyarakat setempat, Tadulako adalah panglima perang yang tersisa dari sebuah perang suku di zaman sekitar 3.000 tahun sebelum masehi. Dia dikutuk menjadi batu karena sebuah kesalahan.

Sekarang namanya menjadi salah satu nama Universitas Negeri di kota Palu, Universitas Tadulako. Kawasan Megalit Tadulako mempunyai beberapa arca dan kalamba berukuran besar. Kalamba dulunya berfungsi sebagai penampungan air hujan. Arca dengan ukiran terlihat berada di beberapa titik, hampir menyatu dengan tanah.

Berhubung kawasan Megalit Baula tidak bisa ditemukan, akhirnya saya melanjutkan perjalanan menuju situs Megalit Lempe yang jaraknya tidak terlalu jauh dari kawasan Situs Megalith Tadulako. Pada kawasan Megalit Lempe, hanya terdapat patung Raja Lore dan beberapa kalamba. Berada di antara hutan belantara dan sedikit mendaki mungkin situs yang ada di kawasan Lempe akan sulit untuk ditemukan.

Akhir dari perjalanan saya di kawasan Megalit adalah Situs Megalit Pokekea. Pada kawasan Situs Megalit Pokekea, kita akan menjumpai lebih banyak patung, kalamba dan arca peninggalan zaman megalit yang jumlahnya kurang lebih puluhan. Dari (menhir), bejana batu (kalamba), meja batu (dolmen), tempat jenazah (sarkofagus),ada yang menarik di kawasan Megalit Pokekea.

Terdapat patung yang posisnya berdiri dan di hadapannya patung dengan posisi terbaring. Konon cerita, patung yang berdiri adalah kekasih yang sedang bersedih di depan jasad kekasihnya yang meninggal. Patung ini menjadi simbol cinta sejati.

Banyak pelajaran dan sejarah berharga yang dapat kita serap di setiap moment perjalanan. Belajar mengenal lebih dekat dengan Pencipta, bagaimana kebesaran-Nya atas segala ciptaan-Nya yang ada di bumi ini.

Hal ini membuat saya memiliki impian besar untuk bisa traveling ke banyak tempat. Menemukan banyak hal baru, salah satunya adalah Dubai di mana kota ini merupakan salah satu tempat yang banyak dikunjungi para traveler bahkan bintang besar seperti Ronaldo.

Saya ingin sekali menikmati setiap detik dari keindahan Dubai, berkunjung ke Bastakia Quarter, Desert Safari Dubai, Big Red, Jumeirah Beach, The Top Burj Khalifa. Mengabadikan semua moment terindah dan berbagi cerita dan pengalaman saya selama di Dubai.

Mau Nonton Dieng Culture Festival? Ini Jalurnya Biar Tidak Macet

 Perhelatan Dieng Culture Festival (DCF) akan digelar Jumat (2/8) esok. Ini jalur yang bisa ditempuh traveler untuk menghindari macet. Catat ya!

Jalur pertama, bagi wisatawan dari arah barat, seperti Purwokerto dan sekitarnya bisa melalui pertigaan Singomerta ke kiri arah Madukara. Kemudian melewati jalur Pagentan - Pejawaran - Batur hingga Dieng.

Selain itu, juga bisa melewati Jalur Banjarnegara - Karangkobar - Pejawaran - Batur - Dieng. Serta, jalur Banjarnegara - Karangkobar - Wanayasa - Batur - Dieng.

"Sekarang jalur-jalur itu enak dilalui untuk ke Dieng. Hanya wisatawan harus berhati-hati terutama di tanjakan tajam seperti di tanjakan Sikelir, Wanayasa dan tikungan Paweden Kecamatan Banjarmangu, Banjarnegara," ujar Kapolres Banjarnegara, AKBP Aris Yudha Legawa, Kamis (1/8/2019).

Sedangkan jalur Batang - Dieng sudah bisa dilalui. Hanya, pengerjaan jalur tersebut masih belum sempurna. Sehingga wisatawan yang akan melewati jalur tersebut untuk berhati-hati.

Selama ini, jalur yang ramai dilalui wisatawan adalah jalur Wonosobo - Kejajar hingga Dieng. Mengingat jalur tersebut lebih dekat dibanding jalur lainnya.

"Jadi alternatif lain untuk jalur ke Dieng selain dari Wonosobo juga bisa melalui Banjarnegara," kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banjarnegara, Dwi Suryanto.

Menurut Dwi, puncak kemacetan terjadi di atas pukul 16.00 WIB. Pasalnya, banyak wisatawan yang akan melihat jazz atas awan dan pesta lampion di Dieng.

"Biasanya macetnya malam hari, sekitar jam 4 sore ke atas. Karena banyak yang ingin melihat jazz dan lampion," ujarnya.

Menjejakkan Kaki di Lore Lindu, Situs Megalitikum Tertua

Di Lore Lindu, traveler bisa berkunjung ke Situs Megalitikum tertua. Sungguh sebuah petualangan yang tak bisa dilupakan.

Perjalanan saya kali ini menghadirkan petualangan peradaban megalit tertua yang berada di Lembah Besoa, tepatnya di kawasan Cagar Budaya Lore - Lindu, Sulawesi Tengah. Saat ini, kawasan Cagar Budaya Lore-Lindu akan disiapkan menjadi salah satu warisan dunia, sehingga perjalanan saya kali ini terbilang extraordinary traveling.

Berjarak kurang lebih 157 km dari Kota Palu, Ibu Kota Provinsi Sulawesi Tengah. Tepatnya di Desa Bariri, terdapat dua situs megalit yaitu Baula (Kerbau) dan Tadulako (Patung Tadulako).

Saat memasuki kawasan situs, kita akan melewati hamparan pematang sawah milik penduduk setempat yang mayoritas adalah petani. Sedangkan di kawasan Megalit Tadulako, kita akan menjumpai bangunan rumah adat peninggalan suku asli Lore. Terdapat dua bangunan adat yang sangat unik yaitu berbentuk segitiga.

Rumah Tambi adalah rumah yang biasanya digunakan sebagai rumah tinggal, memiliki anak tangga berjumlah lima buah, pada pintunya terdapat pahatan kepala kerbau. Jika pintu dibuka, maka akan mengeluarkan bunyi seperti suara kerbau. Sedangkan yang satunya bernama rumah Buho, yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan lumbung padi.

Memasuki kawasan Megalit Tadulako, terlihat patung Tadulako dengan posisi menghadap ke barat. Menurut cerita masyarakat setempat, Tadulako adalah panglima perang yang tersisa dari sebuah perang suku di zaman sekitar 3.000 tahun sebelum masehi. Dia dikutuk menjadi batu karena sebuah kesalahan.

Sekarang namanya menjadi salah satu nama Universitas Negeri di kota Palu, Universitas Tadulako. Kawasan Megalit Tadulako mempunyai beberapa arca dan kalamba berukuran besar. Kalamba dulunya berfungsi sebagai penampungan air hujan. Arca dengan ukiran terlihat berada di beberapa titik, hampir menyatu dengan tanah.