Sabtu, 07 Desember 2019

Ini Kata Surya Paloh soal Usulan Masa Jabatan Presiden 3 Periode

Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh angkat bicara soal usulan masa jabatan presiden menjadi 3 periode. Ia menunggu respons masyarakat mengenai hal itu.

"Itu suatu wacana, suatu diskursus. Ya ditindaklanjuti aja. Nanti kita lihat apa masyarakat," kata Paloh usai menghadiri Perayaan HUT ke-8 Partai NasDem dan Peluncuran Mobil Siaga di Jatim Expo Jalan A Yani, Surabaya, Sabtu (23/11/2019).

Menurut Paloh, perlu atau tidak usulan itu tergantung pada kebutuhan. Jika memang dibutuhkan, NasDem siap mendukung usulan tersebut.

"Kalau memang kebutuhannya ke arah itu kenapa nggak. Memang suasana, tuntutan pada waktu itu yang terbaik pasti didukung. Kalau terbukti. Ini kan belum," imbuhnya.

Sedangkan menanggapi soal suara yang menolak usulan itu, Paloh menjelaskan bahwa demokrasi merupakan suatu alat untuk mencapai tujuan. Untuk itu, jika usulan itu mendekati tujuan, ia tidak mempermasalahkannya.

"Ya itulah kita. Yang mau dicapai apa. Yang mau dicapai semakin hari semakin mendekati tujuan-tujuan dan memenuhi cita-cita kemerdekaan kita. Demokrasi bukan tujuan, demokrasi itu hanya alat. Kita yang menentukan mau ke arah mana kita bawa. Sepanjang dia mendekati ke arah tujuan-tujuan yang kita capai," jelasnya.

"Jangan sebaliknya ada alat bukan semakin mendekati yang kita harapkan. Mundur kita ke belakang," tambah Paloh.

Meski begitu, ia meminta usulan-usulan tersebut harus didukung. Sebab, hal itu menunjukkan pikiran-pikiran yang dinamis.

"Tapi gini harusnya kita dukung pikiran-pikiran yang dinamis itu karena itu lebih penting. Tapi yang harus kita waspadai adalah masalah-masalah yang mengganggu semangat persatuan kita," tuturnya.

"Jadi untuk apa diskursus yang mengundang perpecahan tapi kalau diskursusnya semakin mencerdaskan kehidupan-kehidupan kita harus kita dukung," lanjut Paloh.

Sebelumnya, Wakil Ketua MPR Arsul Sani mengungkapkan ada usulan perubahan terkait masa jabatan presiden. Masa jabatan presiden diusulkan berubah menjadi satu kali saja atau bahkan tiga kali masa jabatan.

Arsul awalnya meminta agar usulan perubahan masa jabatan itu tidak disikapi berlebihan. Arsul pun menjelaskan soal dua kali masa jabatan presiden.

"Hanya kalau yang sekarang itu dua kalinya dua kali saklek gitu kan. Artinya kalau dulu 'dapat dipilih kembali' itu kan maknanya dua kali juga sebelum ini. Tapi kan terus-terusan, kalau ini kan hanya dapat dipilih satu kali masa jabatan lagi. Kemudian ada yang diusulkan menjadi tiga kali (masa jabatan)," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/11/2019).

Wacana Presiden 3 Periode Dikhawatirkan Buat Rezim Otoriter Kembali

Wakil Ketua MPR Arsul Sani mengungkapkan ada wacana untuk membuat presiden bisa dipilih dalam 3 kali masa jabatan atau menjabat 3 periode. Wacana tersebut dikhawatirkan mengembalikan rezim otoriter berkuasa.

"Tentu itu bagian dari kemunduran demokrasi, karena kita kan mengamandemen Undang-undang Dasar itu kesepakatan periodesasi presiden itu dibatasi 2 kali. Kita khawatirkan rezim otoritarian kembali lagi," kata Pengamat Politik dari Universitas Sumatera Utara (USU) Fernanda Putra Adela, Jumat (22/11/2019).

Fernanda yakin jika wacana tersebut berkembang, maka demokrasi Indonesia terancam. Dia menilai jika wacana presiden bisa menjabat 3 periode bisa saja tahun berikutnya muncul dan disepakati agar presiden bisa menjabat 4 periode.

"Dengan wacana 3 kali, kemudian ada wacana 4 kali dan seterusnya. Itu menunjukkan demokrasi kita ini terancam. Saya pikir wacana seperti itu harus dibuang jauh-jauh. Negara ini butuh regenerasi secara berkesinambungan, 2 periodesasi itu sangat cukup bagi kepala negara untuk meletakkan program pembangunannya yang bisa diikuti oleh kepala negara berikutnya," ujarnya.

3 Alasan Tegas Menolak Wacana Presiden 3 Periode

Munculnya wacana mengenai masa jabatan presiden 3 periode merupakan hal yang memprihatinkan. Sebab, masih banyak wacana strategis yang bisa dibahas di ruang publik dalam rangka menyempurnakan sistem ketatanegaraan.

"Karena pembatasan masa jabatan 2 periode ini merupakan spirit munculnya gerakan reformasi 1998. Setidaknya ada 3 alasan mengapa jabatan presiden dibatasi paling banyak 2 periode," kata ahli hukum tata negara Dr Bayu Dwi Anggono kepada detikcom, Minggu (24/11/2019).

Pertama, bangsa Indonesia pernah merasakan traumatik saat UUD 1945 asli. Di Pasal 7 tidak diatur secara jelas mengenai masa jabatan presiden.

"Dalam praktiknya, ketidakjelasan pengaturan masa jabatan tersebut telah mengantarkan bangsa Indonesia bukan menjadi negara demokrasi melainkan mengalami periode Otoritarianisme yang ditandai masa jabatan presiden tidak terbatas dengan praktik koruptif dan kolutif yang menyertainya. Untungnya kemudian gerakan reformasi 1998 berhasil menumbangkan pemerintahan otoriter tersebut," papar Bayu.

Agenda awal gerakan reformasi adalah membentuk Ketetapan MPR Nomor XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia yang kemudian pembatasan masa jabatan tersebut lebih diperkuat di perubahan pertama UUD 1945, yaitu di Pasal 7 Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.

"Dengan demikian, ide masa jabatan presiden 3 periode jelas bertentangan dengan spirit yang melahirkan gerakan reformasi dan pihak yang melontarkan ide tersebut adalah pihak yang ingin memutarbalikkan agenda reformasi," cetus Direktur Pusat Kajian Pancasila dan Konstitusi (Puskapsi) Universitas Jember itu.

Kedua, salah satu ciri negara demokrasi adalah adanya sirkulasi kepemimpinan yang terjaga. Yaitu bukan hanya pemilu melainkan aturan hukum harus membatasi jabatan publik tertentu tidak diisi orang yang sama dalam waktu yang terlalu lama.
Baca juga: Wakil Ketua MPR: Wacana Masa Jabatan Presiden 3 Periode dari Pihak Luar

Hukum harus memastikan bahwa setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam pemerintahan. Pembatasan masa jabatan presiden 2 periode tersebut adalah bagian dari menjaga negara Indonesia sebagai negara demokrasi dimana pembatasan yang demikian tersebut diterima dalam praktik HAM secara universal dan bukan dianggap sebagai pembatasan HAM," Bayu memaparkan.

Ketiga, ciri sistem pemerintahan presidensial secara umum adalah jabatan kepala negara dan kepala pemerintahan dipegang oleh Presiden. Kemudian Presiden dipilih langsung oleh rakyat untuk masa jabatan tertentu yang bersifat tetap. Selain itu, Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen dan sebaliknya Presiden tidak dapat membubarkan parlemen, dan presiden memimpin secara langsung pemerintahan yang dibentuknya.

"Mengenai berapa periode masa jabatan presiden maka praktik negara yang menganut sistem presidensial adalah mayoritas mengatur paling banyak 2 periode," Bayu menegaskan.

Dalil masa jabatan presiden 3 periode diperlukan dalam rangka memastikan kesinambungan pembangunan sebenarnya bisa dicarikan solusi lain. Yaitu dengan cara melakukan reformulasi perencanaan pembangunan nasional yang ada saat ini.

"Refomulasi ini dilakukan dengan membuat haluan pembangunan nasional yang berlaku untuk jangka panjang yang dibungkus dengan produk hukum kuat sehingga tiap ganti presiden maka Presiden baru dalam menyusun program pembangunan berdasarkan janji kampanyenya tidak menyimpang dari haluan pembangunan nasional yang telah disepakati bersama oleh segenap komponen bangsa tersebut," pungkas Bayu.