Jumat, 06 Desember 2019

WP KPK Minta Tim Teknis Polri Ungkap Kasus Teror Novel 31 Oktober

Tim teknis yang dibentuk Polri untuk mengusut kasus penyerangan terhadap penyidik senior KPK Novel Baswedan akan berakhir pada 31 Oktober 2019. Wadah Pegawai (WP) KPK meminta Polri menyampaikan hasil dari proses pengusutan kasus tersebut.

"Kami harapkan tanggal 31 Oktober ketika kerja tim teknis berakhir, sudah dapat sampaikan hasilnya. Apapun hasilnya, baik pelakunya tertangkap atau belum tertangkap, ditemukan fakta-fakta baru, bukti-bukti baru, kesaksian baru, bisa diumumkan," kata Ketua WP KPK Yudi Purnomo kepada wartawan, Rabu (30/10/2019).

Yudi mengatakan penyampaian hasil tersebut sebagai bentuk transparansi dan pertanggungjawaban terhadap publik. Menurut Yudi, penyampaian hasil proses pengusutan itu bisa dijadikan bahan evaluasi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) terhadap kinerja tim tersebut.

"Sehingga dari sini Bapak Presiden Jokowi bisa evaluasi terhadap kinerja yang sudah dilakukan selama ini. Apalagi sebelumnya Pak Jokowi juga sudah memotong dari 6 bulan hasil rekomendasi Tim Pencari Fakta (TPF) Gabungan pakar dan kepolisian menjadi 3 bulan," ujarnya.

Selain itu, Yudi menaruh harapan besar kepada Komjen Idham Azis yang kini menjadi calon tunggal Kapolri. Ia berharap Idham Azis memiliki keseriusan dalam mengusut tuntas penyerangan terhadap Novel Baswedan.

"Saat ini tentu saja kami menunggu Pak Idham Azis menjadi Kapolri sehingga memiliki kewenangan yang lebih besar dan lebih luas. Dan kami harapkan kasus pelaku pengungkapan Bang Novel baik itu pelaku langsung ataupun yang menyiram, dalang-dalang itu segera diungkap dan jadi prioritas dalam misalnya 100 hari kepeminpinannya beliau," ujar Yudi.

"Bahwa ketika nanti Pak Idham jadi Kapolri, kasus Novel itu bisa tuntas dan ini akan menjadi satu prestasi bagi beliau. Apalagi kan pengungkapan kasus novel ini perintah dari Bapak Jokowi selaku Presiden RI," imbuhnya.

Novel Baswedan mendapat teror dengan cara disiram air keras pada 11 April 2017, usai dirinya menunaikan salat subuh di Masjid Al Ihsan, yang berjarak sekitar 4 rumah dari kediamannya, Jalan Deposito T nomor 8, RT 03 RW 10, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara.

Polri kemudian membentuk tim teknis untuk melanjutkan temuan TPF. Tim Teknis ini dipimpin Kabareskrim Komjen Idham Azis yang kini menjadi calon tunggal Kapolri.

Tim tersebut mulai bekerja sejak 3 Agustus dan disebut akan berakhir pada 31 Oktober 2019. Sejak 3 Agustus bekerja, Polri menyebut ada kemajuan yang didapat tim dalam proses investigasi.

Tim Kasus Teror Novel Berakhir 31 Oktober, Polri: Kami Kerja Keras

Masa kerja tim yang dibentuk Polri untuk mengusut kasus teror penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan akan berakhir pada 31 Oktober 2019. Polri mengaku masih bekerja untuk mengungkap pelaku teror tersebut.

"Saat ini terkait dengan penanganan kasus NB (Novel Baswedan), kami dari tim teknis masih bekerja terus. Bahkan bekerja keras untuk bisa mengungkap perkara ini," kata Kabag Penum Divisi Humas Polri Kombes Asep Adi Saputra di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (25/10/2019).

Asep enggan menjelaskan lebih detail mengenai hasil kinerja tim hingga saat ini. Dia mengatakan hasil penyidikan akan disampaikan secara resmi nanti tanpa menyebutkan tanggal pasti.

"Mohon doanya saja. Nanti akan disampaikan setelah ada hasil secara resmi," ucapnya.

Kamis, 05 Desember 2019

Eks Mendikbud Muhammad Nuh: Kurikulum 2013 Jawaban untuk Survei PISA

Hasil survei Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2018 menyatakan Indonesia berada pada 10 besar terbawah dari 79 negara dalam kategori kemampuan membaca, matematika dan sains. Mantan Mendikbud Muhammad Nuh menjelaskan bahwa kurikulum 2013 sudah menjawab survei PISA.

"Itu sejak lama PISA kita di bawah terus nggak beranjak-beranjak. Pada saat saya di Kementerian saya suruh bongkar, coba apa yang diujikan oleh si PISA itu. Terus bandingkan dengan apa yang kita ajarkan. Kan logical itu. Kalau alat ukur tidak sama dengan yang diukur kan nggak nyambung," kata Muhammad Nuh kepada wartawan, Rabu (4/12/2019).

Usai membongkar survei PISA itu, dia berkesimpulan bahwa survei itu tidak relevan dengan Indonesia. Menurutnya, apa yang diujikan PISA berbeda dengan apa diajarkan kepada siswa Indonesia.

"Kesimpulannya itu buku PISA tebal-tebal 500an halaman, saya bongkar dengan teman-teman kesimpulannya apa yang kita ajarkan tidak diujikan di PISA. Saya punya datanya semua. Sehingga gimana kita bisa naik PISA-nya wong yang diajarkan tidak sama dengan yang diujikan," tuturnya.

Dari kesimpulan ini, maka saat itu disusunlah kurikulum 2013. Kurikulum ini merupakan jawaban untuk survei PISA.

"Jadi setelah kita bongkar jadi ketahuan, jadi yang kita ujikan waktu itu kita punya kurikulum waktu itu, dari situlah kurikulum 2013 itu perlu dilakukan. Di kurikulum 2013 sudah kita masukkan bahan-bahan yang tidak diajarkan kita masukan dalam kurikulum 2013. Pemetaan untuk menjawab PISA sudah kita siapkan 10 tahun lalu dan sudah ada di kurikulum 2013," jelas pria yang kini menjabat sebagai Ketua Dewan Pers.

Dia menjelaskan hal ini lewat contoh soal matematika untuk mencari luas segiempat. Sebelum ada kurikulum 2013, soal segiempat terkait mencari luas berdasarkan panjang dan lebar. Sedangkan kurikulum 2013, sudah menyuruh siswa untuk mencari panjang dan lebar dari segiempat yang luasnya 24 cm2.

Dia menyebut bahwa kurikulum 2013 ini mengajarkan tentang proses higher order thinking (cara berpikir tinggi) yang disesuaikan dengan survei PISA. Metode ini cenderung mengajak anak untuk berpikir berbeda. Sedangkan sebelumnya adalah low order thinking (cara berpikir sederhana), cenderung dogmatis.

"Jadi alurnya seperti, itu jadi yang kita lemah yang belum diajarkan dulunya adalah mengenali data padahal data ini sumber informasi, informasi sumber dari pengetahuan," pungkasnya.

Sebelumnya, hasil laporan PISA 2018 dirilis pada Selasa (3/12). Studi ini menilai 600.000 anak berusia 15 tahun dari 79 negara setiap tiga tahun sekali. Studi ini membandingkan kemampuan matematika, membaca, dan kinerja sains dari tiap anak.

Untuk kategori kemampuan membaca, Indonesia berada pada peringkat 6 dari bawah alias peringkat 74 dengan skor rata-rata 371. Sedangkan kategori matematika, Indonesia berada di peringkat 7 dari bawah (73) dengan skor rata-rata 379. Lalu kategori kinerja sains, Indonesia berada di peringkat 9 dari bawah (71), yakni dengan rata-rata skor 396.

Sementara Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mengatakan survei ini dapat menjadi masukan yang berharga dalam meningkatkan kualitas untuk menghadapi tantangan abad 21.

"Hasil penilaian PISA menjadi masukan yang berharga untuk mengevaluasi dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia yang akan menjadi fokus Pemerintah selama lima tahun ke depan. Menekankan pentingnya kompetensi guna meningkatkan kualitas untuk menghadapi tantangan abad 21," kata Nadiem dalam keterangannya, Selasa (3/12).